Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan tidak akan tunduk pada aksi teror dan meminta warganya untuk bersatu menghadapi ancaman tersebut setelah tiga orang tewas akibat serangan senjata tajam.
Presiden menyampaikan ucapan tersebut setelah seorang pria bersenjata pisau membunuh dua wanita dan seorang pria di Gereja Notre-Dame, Nice. Serangan itu merupakan yang kedua di Prancis dalam waktu kurang dari dua minggu.
Pria tersebut memasuki gereja sambil membawa pisau dengan sepanjang 17 cm sekitar jam 08.30 pagi. Dalam waktu 30 menit dia telah membunuh dua orang dan melukai orang ketiga secara fatal seperti dikutip TheGuardian.com, Jumat (3010).
Salah satu korban adalah seorang wanita 60 tahun yang berada di gereja dan tengah berdoa sejak dibuka pada jam 8.30 pagi.
Jaksa anti-teroris Prancis Jean-François Ricard mengatakan lehernya dipotong "sampai nyaris putus".
Seorang pria, yang diyakini sebagai pemimpin gereja, adalah korban kedua. Dia bernama Vincent Loqués, 55, dan ayah dari dua anak. Dia juga dilaporkan telah dipotong tenggorokannya.
Sementara itu seorang wanita berusia 44 tahun ditikam beberapa kali dan terluka parah tetapi berhasil melarikan diri dari gereja ke bar terdekat dan akhirnya meninggal karena luka-luka. Polisi menggambarkan pemandangan itu sebagai "penglihatan horor".
Polisi kota menembak pembunuh itu beberapa kali setelah dia dilaporkan menolak untuk menjatuhkan pisau sehingga melukai bahunya.
Akan tetapi pada pukul 09.10 penyerang telah "dinetralkan". Pejabat Prancis memuji tindakan polisi yang cepat dalam mencegah pertumpahan darah lebih lanjut.
Jaksa nasional anti-teroris telah membuka penyelidikan atas "pembunuhan yang diduga terkait dengan organisasi teroris" tersebut.
Dia disebut oleh media Prancis sebagai Brahim Aoussaoui, seorang warga negara Tunisia berusia 21 tahun yang dilaporkan memasuki Prancis secara ilegal melalui Lampedusa, Italia, pada awal Oktober. Aoussaoui tidak membawa dokumen identitas apapun selain dokumen dari Palang Merah Italia.