Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha akhirnya menyatakan siap untuk mencabut undang-undang darurat untuk meredakan ketegangan akibat aksi protes sejak tiga bulan terakhir, namun para pengunjuk rasa menyatakan langkah itu tidak cukup.
Saat mantan penguasa militer itu berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi, puluhan ribu orang berbaris ke kantornya dan banyak yang mengatakan tawarannya untuk mencabut pembatasan kebebasan itu tidak cukup.
Pemberlakuan undang-undang darurat pada Kamis (15/10/2020), telah memicu demonstrasi oleh puluhan ribu orang.
Demonstrasi terbesar dalam tiga bulan itu untuk menuntut pencopotan Prayuth dan reformasi untuk mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
"Saya akan mengambil langkah pertama untuk meredakan situasi ini. Saya saat ini bersiap untuk mencabut keadaan darurat di Bangkok dan akan melakukannya segera jika tidak ada insiden kekerasan," katanya dalam pidatonya seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Kamis (22/10/2020).
Tindakan itu melarang pertemuan politik lima orang atau lebih dan publikasi informasi yang dianggap mengancam keamanan.
"Sekarang kita harus mundur dari posisi membahayakan yang mudah bergeser menjadi kekacauan," Prayut menambahkan.
Aksi protes telah menjadi tantangan terbesar bagi Pemerintah Thailand selama bertahun-tahun, dan telah membuat penolakan paling terbuka terhadap monarki dalam beberapa dekade meskipun undang-undang lese majeste menetapkan hukuman penjara hingga 15 tahun bagi mereka yang menghina keluarga kerajaan.
Saat Prayut berbicara, puluhan ribu pengunjuk rasa berbaris menuju kantornya di Gedung Pemerintah untuk menuntut pengunduran dirinya, serta pencabutan langkah-langkah darurat dan pembebasan puluhan aktivis yang ditangkap dalam tindakan keras.
Sekitar dua kilometer dari Gedung Pemerintah, barikade polisi anti-huru hara yang awalnya memblokir gerakan para pengunjuk rasa, akhirnya jebol sehingga mereka bisa lewat.
"Pencabutan undang-undang darurat tidak cukup. Dia harus mengundurkan diri, "kata pengunjuk rasa bernama Too.
Sebagian besar demonstrasi sejauh ini berlangsung damai, tetapi polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa Jumat (16/10/2020), sehingga semakin memicu kemarahan para pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa mengatakan, Prayut telah merekayasa pemilihan umum tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang direbutnya dalam kudeta 2014. Akan tetapi, dia mengatakan pemilihan umum itu adil.