Bisnis.com, JAKARTA - Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi bersama-sama menantunya Rezky Herbiyono didakwa menerima suap Rp45.726.955.00 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa uang itu diberikan agar para terdakwa dapat mengupayakan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan seluas 26.800 m2 yang tertetak di wilayah KBN Marunda kavling 03-43 Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
Uang itu juga diberikan terkait gugatan antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang sejumlah Rp45.726.955.000.00 dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon lndrajaya Terminal (PT MIT)," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/10/2020).
Dalam dakwaan dijelaskan bahwa terkait perkara PT MIT dengan PT KBN dimulai pada 27 Agustus 2010 saat Hiendra Soenjoto melalui kuasanya yaitu Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Gugatan ini didasarkan pada perjanjian sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN secara sepihak.
Gugatan tersebut kemudian dimenangkan PT MIT dan PT KBN harus membayar ganti rugi materiil kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544,00.
PT KBN kemudian mengajukan banding, namun ditolak. Akhirnya, PT KBN mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 29 Agustus 2013, Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan dalam pokok perkara bahwa pemutusan perjanjian sewa menyewa depo container melalui surat nomor 0106/SBA/DRT.12.3I07/2010 tanggal 30 Juli 2010 adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317.00 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
Tak terima, PT MIT mengajukan peninjauan kembali (PK). Rahmat Santoso sebagai advokat sekaligus adik ipar Nurhadi ditunjuk sebagai kuasa hukum PT MIT untuk mengajukan PK tersebut.
Namun, setelah gugatan didaftarkan, Hiendra mencabut kewenangan Rahmat sebagai kuasa hukumnya. Hingga akhirnya, Hiendra justru meminta Rezky untuk mengurus perkaranya. Padahal, Rezky tidak berprofesi sebagai advokat.
Kemudian, Hiendra meminta bantuan Nurhadi dan Rezky Herbiyono untuk mengurusi permasalahan hukum tersebut. Nurhadi dan Rezky pun menyanggupi permintaan Hiendra. Dimana, saat itu Nurhadi sedang menjabat sebagai Sekretaris MA.
"Atas permohonan Hiendra Soenjoto kemudian terdakwa 1 dalam jabatannya selaku Sekretaris Mahkamah Agung RI yang mempunyai kewenangan di antaranya melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas di lingkungan Mahkamah Agung dan pengadilan di semua lingkungan peradilan, bersama terdakwa ll mengupayakan pengurusan permasalahan hukum sebagaimana dimaksud," ujar Jaksa.
Atas perbuatannya, Nurhadi dan Riezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (Han)