Bisnis.com, JAKARTA – Klaim tunjangan pengangguran di Amerika Serikat secara tak terduga meningkat pekan lalu ke level tertinggi sejak Agustus, sejalan dengan peningkatan jumlah permintaan bantuan pengangguran jangka panjang.
Keduanya merupakan tanda-tanda yang meresahkan untuk pasar tenaga kerja yang mengalami perlambatan pemulihan dari pandemi.
Dilansir Bloomberg, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat klaim pengangguran awal dalam program negara reguler mencapai 898.000 pada pekan yang berakhir 10 Oktober, naik 53.000 dari pekan sebelumnya
Sementara itu, klaim lanjutan, yang mencatat jumlah warga AS yang mengklaim bantuan pengangguran yang sedang berlangsung dalam program-program tersebut, turun 1,17 juta menjadi 10 juta pada pekan yang berakhir 3 Oktober.
Tapi itu mungkin angka tersebut hanya sebagian mencerminkan orang yang menghabiskan bantuan negara dan pindah ke program Kompensasi Pengangguran Darurat Pandemi (PEUC), yang menyediakan tambahan tunjangan pengangguran hingga 13 pekan. Angka PEUC naik 818.054 menjadi 2,78 juta di pekan yang berakhir 26 September.
Meski begitu, angka terbaru menunjukkan klaim awal secara tidak disesuaikan naik di lebih dari separuh negara bagian AS. Hal ini menunjuk adanya hambatan di pasar tenaga kerja dan ekonomi saat kasus infeksi virus kembali meningkat.
Selain itu, laporan tersebut diperkirakan juga mencerminkan PHK puluhan ribu pegawai baru-baru ini di maskapai penerbangan nasional.
Seperti dalam dua laporan sebelumnya, jumlah klaim awal California tetap dibekukan sejak September, meskipun jeda dua minggu dalam menerima klaim baru telah berakhir. Seorang juru bicara Departemen Tenaga Kerja mengatakan data akan terus menggunakan angka sebelumnya sampai pelaporan di California kembali normal setelah jeda.
Bahkan tanpa angka terbaru dari negara bagian paling padat tersebut, laporan terbaru melukiskan gambaran yang meresahkan mengenai kemungkinan meningkatnya pengangguran di seluruh negeri.
“Tren klaim awal, tidak termasuk California, jelas terhenti. Pemulihan di pasar tenaga kerja akan terus melambat karena ekonomi dan pasar kerja tidak dapat beroperasi dengan kapasitas penuh hingga vaksin tersedia secara luas," ungkap ekonom Bloomberg, Eliza Winger.