Bisnis.com, JAKARTA - Badan Energi Internasional atau IEA dalam laporan terbarunya menemukan bahwa dunia sedang menuju pemanasan global lebih tinggi daripada batas paling agresif dalam Perjanjian Paris yaitu 1,5 derajat celcius.
Dalam laporan bertajuk Prospek Energi Dunia 2020, IEA mendesak target agresif pada pemotongan emisi karbon dan peralihan ke sumber daya terbarukan oleh pemerintah dunia.
Lembaga ini juga menerangkan bahwa mengeluarkan bahan bakar fosil secara substansial dari sistem energi akan menelan biaya 25 persen lebih banyak daripada US$54 triliun yang diperkirakan akan diinvestasikan dunia pada 2040.
"Kami sangat bertekad untuk menjadikan IEA sebagai badan untuk transisi energi bersih global,” kata Fatih Birol, direktur eksekutif IEA, dilansir Bloomberg, Selasa (13/10/2020).
Kondisi netral karbon yang telah dituntut oleh para aktivis dan investor dengan perspektif perubahan iklim, akan membutuhkan pengambilan keputusan jangka pendek yang agresif.
Pada 2030, 75 persen listrik global harus berasal dari sumber rendah karbon, naik dari 40 persen pada 2019.
Baca Juga
Sedangkan, hanya 2,5 persen dari mobil baru yang dijual tahun lalu berbahan bakar listrik, angka yang harus meningkat menjadi lebih dari 50 persen pada 2030. Negara berkembang perlu mengganti sumber energi pada sepertiga bangunannya dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Selain itu, mencapai nol emisi tepat waktu juga membutuhkan perubahan perilaku sekitar 7 miliar masyarakat dunia yang menikmati setidaknya sebagian akses ke energi modern.
Artinya, kereta atau kendaraan dengan karbon rendah harus menggantikan penerbangan pendek. Perjalanan mobil lokal sejauh 3 kilometer atau lebih pendek akan digantikan dengan berjalan kaki atau bersepeda, dan setiap orang harus menjaga AC mereka setidaknya 3 derajat celcius lebih hangat di musim panas. Perubahan perilaku ini tidak terbatas pada orang kaya.
"Tidak hanya di London atau Paris atau New York. Ini harus terjadi di mana-mana," kata Birol.
Percepatan global untuk memangkas emisi, yang telah didesak oleh para ilmuwan untuk dikejar oleh negara-negara selama beberapa dekade, semakin diperumit oleh pandemi Covid-19.
IEA memperkirakan bahwa emisi karbon dioksida terkait energi dunia akan turun 7 persen tahun ini, karena penurunan permintaan yang disebabkan oleh pandemi. Namun, penurunan tidak akan bertahan saat ekonomi keluar dari krisis.
Emisi akan kembali ke tren pada 2010 jika tak diikuti perubahan langkah dalam investasi energi bersih, yang mengharuskan pemerintah dan sektor swasta membelanjakan sekitar US$1 triliun untuk tiga tahun ke depan.
"Banyak pekerjaan yang harus dilakukan di sektor energi, tetapi tindakan sektor energi saja tidak akan cukup," katanya.