Bisnis.com, JAKARTA - Presiden China Xi Jinping mengumumkan target puncak emisi karbon pada 2030 dan netralitas karbon pada 2060, sesaat setelah Trump menyebutnya ‘polusi yang merajalela’.
Hal ini diungkapkan usai Presiden AS Donald Trump mengkritiknya sebagai kontributor terbesar emisi karbon. Dalam Sidang Umum PBB, Xi mendesak seluruh negara bertindak dalam kerangka multilateral dalam menangani perubahan iklim dalam perjanjian iklim Paris.
“China akan meningkatkan kontribusi nasional [perjanjian Paris] dengan mengadopsi kebijakan dan tindakan yang lebih kuat,” kata Xi, seperti dilansir dari Strait Times, Rabu (23/9/2020).
Sementara itu, Channel News Asia pada hari yang sama melaporkan utusan iklim AS saat pemerintahan Obama, Todd Stern menilai pengumuman China adalah langkah yang menggugah.
“Pengumuman Presiden Xi Jinping soal China kn mencapai netralitas karbon sebelum 2060 adalah berita besar dan penting. Lebih cepat sekitar 2050 akan lebih baik,” katanya.
Namun, target 2030 akan sulit terpenuhi, katanya. Ahli diplomasi iklim Greenpeace Li Shuo menilai keputusan Beijing sesaat setelah pidato Trump sangat berani dan terkalkulasi dengan baik.
Baca Juga
Kedua negara, baik China maupun AS tengah dilanda cuaca ekstrem tahun ini. Di China, hujan besar sepanjang musim panas menyebabkan banjir terparah dalam tiga dekade.
Sementara AS menghadapi musim badai tersibuk pada saat kebakaran hutan melanda sebagian negara bagian barat.
Trump menyebut perubahan iklim sebagai hoax pada 2017 hingga akhirnya AS memutuskan keluar dari perjanjian iklim Paris. sementara kandidat calon Presiden Joe Biden memasukkan isu perubahan iklim ke dalam daftar krisis besar yang dihadapi AS.
Perjanjian iklim Paris merupakan persetujuan untuk mereduksi emisi karbon yang akan mulai berlaku tahun ini. Perjanjian ini difasilitasi oleh Konvensi Rangkaa Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau UNFCCC pada 2015 di Paris. Sebanyak 200 negara menanda tanganinya.