Bisnis.com, JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean belakangan mewarnai berita di media massa.
Hal itu bermula dari perbedaan sikapnya dengan Partai Demokrat tentang pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU Omnibus Law Cipta Kerja. Bagi dia, UU Cipta Kerja adalah undang-undang yang Pancasilais.
Pengesahan UU Cipta Kerja sendiri selain menimbulkan pro-kontra juga mendorong terjadinya aksi unjuk rasa di sejumlah kota. Bahkan, aksi tersebut diwarnai sejumlah adegan rusuh.
Karena perbedaan pandangan soal UU Cipta Kerja, Ferdinand Hutahaean menyatakan akan mundur dari Partai Demokrat.
Ferdinand mengatakan keputusannya ini dilandasi perbedaan cara pandang ihwal isu-isu nasional antara dirinya dan pengurus partai, termasuk isu Undang-undang atau UU Cipta Kerja.
"Terakhir kemarin cara pandang terhadap UU Ciptaker yang sangat mendasar bagi saya semakin menguatkan pilihan saya untuk mundur," kata Ferdinand kepada Tempo, Minggu 11 Oktober 2020.
Baca Juga
Ferdinand mengakui ia belum membaca pasal per pasal, tetapi mengetahui substansi umum dan semangat yang terkandung di UU tersebut.
Mantan pendukung Presiden Joko Widodo di Pilpres 2014 ini mengaku sekilas membaca draf yang beredar termasuk melihat poin-poin utama yang menjadi perbincangan di media.
Ferdinand menilai UU ini memiliki misi membuka lapangan pekerjaan bagi 10 juta lebih pengangguran dan angkatan kerja baru.
Ia juga menyebut UU ini demi mengerek pertumbuhan ekonomi agar bisa memelihara 26,5 juta lebih orang miskin yang harus dibantu listriknya, sembakonya, sekolah anak-anaknya, hingga diberi bantuan tunai.
"Perbedaan itu memuncak di RUU Ciptaker yang disebut tidak Pancasilais sementara menurut saya RUU ini justru Pancasilais dengan keadilan sosial di dalamnya," kata Ferdinand.
Bantah Menjilat ke Jokowi
Ferdinadmembantah tudingan bahwa dirinya sedang ‘menjilat’ ke pemerintah.
Untuk membuktikan tudingan itu salah, Ferdinand Hutahaean bercerita bahwa pada 2012 dirinya sangat gencar mendorong Gubernur DKI Jakarta saat itu, Joko Widodo, untuk maju dalam Pilpres 2014.
Namun, karena ada perbedaan prinsip terkait subsidi dan pembangunan infrastruktur, Ferdinand akhirnya memutuskan pergi.
“Perbedaan prinsip sy dulu 2 hal: 1. Sy setuju Subsidi dicabut dgn catatan 50 T dialokasikan utk BPJS.
2. Sy menolak tol sumatera dan lbh baik bangun rel kereta dr Aceh hingga Lampung.
Yg ke 1, sy benar, BPJS terganggu, yg ke 2 sy salah, ternyata tol itu jg berguna skrg,” cuitnya melalui akun pribadinya @ferdinandhutahaean3, Minggu (11/10/2020).
Menurut Ferdinand Hutahaean, jika benar dirinya penjilat pemerintah maka kemungkinan besar saat ini dirinya telah menjadi pejabat.
“Kalau sy punya mental penjilat, harusnya 2014 Jokowi sy jilat dan puja puji, sdh pasti sy jd pejabat. Tp tdk kan? Sy pergi utk sebuah prinsip,” cuitnya kemudian.