Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pernyataan Lengkap NU Akan Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

Sedikitnya 9 butir sikap yang dituangkan ormas Islam tersebut menanggapi pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Nahdlatul Ulama/nu.or.id
Nahdlatul Ulama/nu.or.id

Bisnis.com, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan pernyataan sikap resmi terkait pengesahan UU Cipta Kerja. NU akan ikut bersama pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh Ketua PBNU Said Aqil Siroj dan Sekjen Helmy Faishal Zaini.

Sedikitnya, 9 butir sikap yang dituangkan ormas Islam tersebut menanggapi pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.

Tokoh NU Ulul Abshar Abdalla menyebarkan sikap resmi tersebut pada Jumat (9/10/2020). Dia mengatakan bahwa sikap PBNU berada di pihak yang menolak UU tersebut.

“Kata Kiai Said, ini UU yang zalim,” tulisnya di Twitter

Berikut pernyataan lengkap PBNU terkait pengesahan RUU Cipta Kerja:

Mencermati dinamika terkait legislasi dan pengesahan UU Cipta Kerja, Nahdlatul Ulama menyampaikan beberapa sikap sebagai berikut:

1. Nahdlatul Ulama menghargai setiap upaya yang dilakukan negara untuk memenuhi hak dasar warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Lapangan pekerjaan tercipta dengan tersedianya kesempatan berusaha. Kesempatan berusaha tumbuh bersama iklim usaha yang baik dan kondusif. Iklim usaha yang baik membutuhkan kemudahan izin dan simplisitas birokrasi. UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menarik investasi dengan harapan dapat memperbanyak lapangan pekerjaan dan menyalurkan bonus demografI sehingga dapat mengungklt pertumbuhan serta keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap).

2. Namun, Nahdlatul Ulama menyesalkan proses legislasi UU Ciptaker yang terburu-buru, tertutup dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik. Untuk mengatur bidang yang sangat luas. yang mencakup 76 UU, dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian dan partisipasi luas para pemangku kepentingan. Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktek kenegaraan yang buruk.

3. Niat baik membuka lapangan kerja tidak boleh diciderai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial yang terbuka bagi perizinan berusaha. Sektor pendidkan termasuk bidang yang semestlnya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni, karena termasuk hak dasar yang harus disediakan negara. Nahdlatul Ulama menyesalkan munculnya Pasal 65 UU Ciptaker, yang memasukkan pendidikan ke dalam bidang yang terbuka terhadap perizinan berusaha. lni akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan. Pada gilirannya pendidikan terbaIk hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berpunya.

4. Upaya menarik investasi juga harus disenai dengan perlindungan terhadap hak-hak pekena. Pemberlakuan pasar tenaga kerja fleksibel (labor market flexibility) yang diwujudkan dengan perluasan sistem PKWT (Pekerja Kontrak Waktu Tertentu) dan alih daya akan merugikan mayoritas tenaga kerja RI yang masih didominasi oleh pekerja dengan skiII terbalas. Nahdlatul Ulama bisa memahami kerisauan para buruh dan pekerja terhadap Pasal 81 UU Ciptaker yang mengubah beberapa ketentuan di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penghapusan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun bagi pekerja PKWT (Pasal 59) meningkatkan risiko pekerja menjadi pekerja tidak tetap sepanjang berlangsungnya industri. Pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti, uang penghargaan dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor, tetapi merugikan jaminan hidup layak bagi kaum buruh dan pekerja.

5. Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam. Menganakemaskan sektor ekstraktif dengan sejumlah insentif dan diskresi kepada pelaku usaha tambang, seperti pengenaan tarif royalti 0 persen sebagaimana tertuang di dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja, mengancam lingkungan hidup dan mengabaikan ketahanan energi. Alih-alih mengubah isi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang mengokohkan dominasi negara dan oligarki, UU Cipta Kerja memperpanjang dan memperlebar karpet merah bagi pelaku usaha. Pemerintah menjamin investasi dan diskresi menteri tanpa batas bagi pelaku usaha yang menjalankan usaha hulu-hilir secara terintegrasi untuk mengekstraksi cadangan mineral hingga habis. Ini mengabaikan dimensi konservasi, daya dukung lingkungan hidup, dan ketahanan energi jangka panjang. Pemerintah bahkan mendispensasi penggunaan jalan umum untuk kegiatan tambang, yang jelas merusak fasilltas umum yang dibangun dengan uang rakyat.

6. Upaya menarik investasi tidak boleh mengorbankan ketahanan pangan berbasis kemandirian petani. Pasal 64 UU Ciptaker yang mengubah beberapa pasal dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan berpotensi menjadikan impor sebagai soko goro penyediaan pangan nasional. Perubahan Pasal 14 UU Pangan menyandingkan impor dan produksi dalam negeri dalam satu pasal. Ini akan menimbulkan kapitalisme pangan dan memperluas ruang perburuan rente bagi para importir pangan.

7. Semangat UU Cipta Kerja adalah sentralisasi, termasuk dalam masalah sertifikasi halal. Pasal 48 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa kepada satu Iembaga. Sentralisasi dan monopoli fatwa, di lengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi. Selain itu, negara mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal. Kualifikasi auditor halal sebagaimana dltegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian. Pengabaian sarjana syariah sebagal auditor halal menunjukkan sertifikasi halal sangat bias industri, seolah hanya terkait proses produksi pangan, tetapi mengabaikan mekanisme penyediaan pangan secara luas.

8. Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Dalam suasana pandemi dan ikhtiar bersama untuk memotong rantai penularan. Upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa.

9. Semoga Allah selalu melindungi dan menolong bangsa Indonesia dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper