Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menjelaskan kesimpangsiuran tentang Undang-Undang Cipta Kerja.
Penjelasan Menkumham terkait dengan administrasi pemerintah untuk perizinan usaha yang disebut-sebut diresentralisasi oleh pemerintah pusat.
Yasonna menyebutkan RUU ini bertujuan menyederhanakan administrasi pemerintah dan mensinkronkan regulasi yang begitu banyak atau obesitas, regulasi yang menghambat penciptaan lapangan pekerjaan.
“Ada 2,92 juta anak muda yang butuh lapangan pekerjaan, terutama di tengah pandemi. UU Ciptaker yang mementingkan kepentingan rakyat disusun dan didorong melalui DPR RI, dan ini menegaskan kepastian hukum dan merupakan hal yang diperlukan dalam penciptaan lapangan kerja,” jelasnya dalam konferensi pers, Rabu (7/10/2020).
Dia menyebutkan sebanyak 87 persen pekerja asal-usul pendidikannya dari jenjang menengah ke bawah dan 39 persen dari jenjang sekolah dasar.
Oleh karena itu, ujarnya, penting agar sektor padat karya bisa terbuka dan digitalisasi butuh retraining dan reskilling.
“UMKM jumlahnya 64,19 juta, lebih dari 75 persen informal, ini agar mereka bisa bertransformasi jadi usaha formal dan memberi peluang akses lebih mudah ke perbankan,” jelasnya.
UU ini, ungkap Yasonna, memberi peluang kepada rakyat untuk membuka usaha baru karena perizinan cukup dengan pendaftaran, serta untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi memangkas perizinan yang berbelit sehigga menghapuskan pungutan liar (pungli).
Dalam UU Cipta Kerja juga tertera agar perseorangan bisa mendirikan PT mikro oleh satu orang.
Dengan begitu BUMdes yang sebelumnya tidak jelas badan hukumnya jadi punya badan hukum dan lebih mudah akses perbankannya.
Ketentuan modal awal pendaftaran juga dihapuskan dan hanya perlu mendaftarkan melalui aplikasi.
Kemudian mengurus hak paten dan merk hanya jadi 120 hari, yang sebelumnya sampai berbulan-bulan.
“Sekarang kemudahan itu kita lakukan,” tegas Yasonna.
Mengenai klaster administrasi pemerintahan, untuk mempercepat proses perizinan pemerintah pusat berhak menarik dan memberikan izin langsung.
“Wewenang pemerintahan daerah tidak dihilangkan, kan diberi waktu untuk mengurus perizinan, itu tetap di daerah sesuai kewenangan tapi diberi batas waktu. Kalau tidak jalan berarti harus ditarik ke pusat dengan NSPK [Norma Standar Prosedur dan Kriteria],” jelasnya.
Yasonna menjelaskan pemerintah pusat tidak akan meresentralisasi. Hanya saja, ujarnya, sesuai ketentuan konstitusi Presiden punya kewenangan untuk menarik pengurusan perizinan di daerah ke pusat agar mempercepat jalannya pemerintahan.
“Kita akui Pemda punya hak untuk menerbitkan izin, tapi selama ini berbelit-belit. Sekarang kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit. Ini yang kita lakukan,” tegas Yasonn.
Yasonna menegaskan kementerian tetap tunduk dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan tidak melakukan penyimpangan.
“Karena Perda tidak bisa di-executive review, maka majunya ada harmonisasi. Sebelum Perda terbit, kita konsultasikan di kantor wilayah Kemenkumham, supaya antara peraturan di daerah tidak bertentangan dan menjegal dan malah tidak jalan. Tidak ada intervensi mendalam, hanya untuk memudahkan,” imbuhnya.