Bisnis.com, SLEMAN - Jalan Gejayan (kini bernama Jl. Affandi) di Kota Yogyakarta, Senin malam (5/10/2020) kembali memanas. Kali ini menjadi panggung penolakan UU Cipta Kerja atau Ominbus Law. Polisi membubarkan aksi demo tersebut setelah menutup tiga jalur lalu lintas menuju Gejayan.
Gejayan seolah sudah menjadi ikon gerakan perlawanan rakyat. Dimulai demo berdarah Mei 1998 ketika mahasiswa dipukul mundur aparat saat menyuarakan penolakan pengangkatan kembali Presiden Soeharto.
Kali ini Gejayan kembali menjadi panggung gerakan untuk menentang UU Cipta Kerja yang disahkan DPR, Senin (5/10/2020).
Aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja kembali dilancarkan oleh Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) pada Senin (5/10/2020) malam. Massa menolak untuk membubarkan diri. Untungnya, tidak terjadi bentrokan baik oleh demonstran, aparat, maupun dengan masyarakat.
Humas ARB Lusi, mengatakan jika Aliansi Rakyat Bergerak kembali turun ke jalan tepatnya di pertigaan Gejayan sebagai respons dari bagaimana negara berhasil mengelabui rakyatnya untuk yang kesekian kalinya.
"Hari ini merupakan respons kita imbas dari pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang mana itu setelah kita lakukan kajian banyak unsur ketidakbermanfaatan bagi masyarakat," ujar Lusi saat dikonfirmasi di pertigaan Gejayan, Condongcatur, Depok, Sleman, Senin (5/10/2020).
Berdasarkan pantauan Harianjogja.com, aksi unjuk rasa dimulai sejak pukul 17.00 WIB. Massa sempat membakar ban bekas tepat di tengah pertigaan Gejayan. Arus lalu lintas dari tiga arah terpaksa ditutup guna menghindari gesekan antara pengendara lalu lintas dengan demonstran.
Polisi kemudian memukul mundur demonstran yang enggan untuk membubarkan diri. Unjuk rasa berakhir tepat pukul 20.00 WIB disertai dengan rintikan hujan yang mengguyur kawasan Gejayan.
Lebih lanjut, Omnibus Law Cipta Kerja, lanjut Lusi, dalam perumusannya tidak mengedepankan partisipasi publik dan tidak disertai dengan kritik, masukan, maupun gelombang protes dari rakyat yang telah dilancarkan sebelumnya.
"Untuk itu, kami Aliansi Rakyat Bergerak melancarkan aksi sebagai respons terhadap pengebutan pembahasan Omnibus Law yang tidak menghiraukan gelombang penolakan dari masyarakat," sambung Lusi.
Sementara itu, Humas ARB Revo mengatakan jika ARB konsisten dan terus melakukan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja tanpa kompromi. Baik itu melalui jalur litigasi maupun non-litigasi.
"Ketiga, kami mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam serangkaian aksi solidaritas penolakan terhadap Omnibus Law," ungkapnya.
Keempat, kata Revo, ARB berkomitmen untuk tetap mengawal tujuh tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak yang sudah disuarakan sebelumnya. Yaitu pada tanggal 16 Agustus 2020 lalu.
"Kami akan terus melakukan aksi hingga tanggal 8 Oktober mendatang. Jadi, akan terus kami laporkan kegiatan kami melalui kanal-kanal media sosial kami, untuk itu kami juga berkomitmen baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi guna menggagalkan Omnibus Law Cipta Kerja ini," pungkas Revo.