Bisnis.com, BAKU/YEREVAN - Wilayah konflik antara pasukan Armenia dan Azerbaijan berpotensi meluas di saat kedua belah pihak enggan duduk di meja perundingan.
Azerbaijan dan Armenia pada Selasa (29/9) saling menuding telah melancarkan tembakan ke wilayah satu sama lain.
Keduanya juga menolak mengadakan pembicaraan damai, walau konflik di Nagorno-Karabakh berpotensi meluas menjadi perang sesungguhnya.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, berbicara kepada televisi pemerintah Rusia, dengan tegas mengesampingkan kemungkinan pembicaraan damai.
Demikian pula Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada saluran yang sama bahwa pembicaraan tidak dapat berlangsung saat pertempuran berlanjut.
Kedua negara melaporkan penembakan dari sisi lain melintasi perbatasan bersama, di sebelah barat wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri. Di sanalah pertempuran sengit meletus antara pasukan Azeri dan etnis Armenia pada Minggu (27/9/2020).
Baca Juga
Insiden tersebut menandakan eskalasi konflik lebih lanjut meskipun ada permintaan mendesak dari Rusia, Amerika Serikat, dan lainnya untuk menghentikan perseteruan tersebut.
Konflik tersebut telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor saluran yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Nagorno-Karabakh adalah wilayah yang memisahkan diri dari Azerbaijan tetapi dijalankan oleh etnis Armenia dan didukung oleh Negara Armenia.
Wilayah itu memisahkan diri dari Azerbaijan dalam perang tahun 1990-an tetapi tidak diakui oleh negara mana pun sebagai republik merdeka.
Lusinan orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya cedera sejak bentrokan antara Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia meletus Minggu. Konflik tersebut menimbulkan kakhawatiran akan menarik tetangga termasuk sekutu dekat Azerbaijan yakni Turki.
Setelah diskusi tertutup pada Selasa, 15 anggota Dewan Keamanan PBB "menyatakan keprihatinan" tentang bentrokan itu.
Mereka mengutuk penggunaan kekuatan dan mendukung seruan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres agar peterempuran segera dihentikan.
Konflik itu juga memicu ketegangan antara dua bekas republik Soviet.
Armenia mengatakan sebuah jet tempur F-16 Turki telah menembak jatuh salah satu pesawat tempurnya di atas wilayah udara Armenia dan menewaskan pilotnya.
Armenia tidak memberikan bukti insiden tersebut. Turki menyebut klaim itu "sama sekali tidak benar", dan Azerbaijan juga membantahnya.
"Komunitas internasional harus dengan tegas mengutuk agresi Azerbaijan dan tindakan Turki dan menuntut Turki keluar dari wilayah ini," kata Pashinyan kepada TV pemerintah Rusia.
Ia menegaskan kondisi akan semakin buruk jika Turki tidak menahan diri.
"Kehadiran militer Turki di wilayah ini ... akan membawa eskalasi lebih lanjut dan perluasan skala konflik," ia melanjutkan.
Pemimpin Azeri Aliyev menuduh Armenia merekayasa insiden pesawat tersebut.
"Turki bukanlah pihak dalam konflik, sama sekali tidak berpartisipasi di dalamnya dan ini tidak perlu," kata dia.
Korban meningkat
Pashinyan mengatakan kepada BBC dalam sebuah wawancara bahwa pasukan Azeri telah menyerang desa dan kota di Nagorno-Karabakh dan di dalam wilayah Armenia sendiri pada Selasa.
"Ada korban baik dari pihak militer maupun warga sipil. Puluhan tewas dan ratusan lainnya luka-luka," katanya.
Kantor kejaksaan Azerbaijan mengatakan 12 warga sipil Azeri sejauh ini telah tewas dan 35 luka-luka oleh tembakan Armenia. Pihak Azeri belum mengungkapkan korban militer.
Nagorno-Karabakh telah melaporkan hilangnya setidaknya 84 tentara.
"Apa yang bisa saya katakan? Ini perang. Kami mendengar serangan udara beberapa kali sehari dan bersembunyi di tempat perlindungan bom," kata Albert Voskanyan, seorang penduduk di ibu kota Stepanakert, kepada Reuters.
Para pejabat Armenia sebelumnya mengatakan bahwa seorang warga sipil tewas dalam serangan Azeri di Kota Vardenis di Armenia, lebih dari 20 kilometer dari Nagorno-Karabakh. Mereka mengatakan sebuah bus terbakar di kota itu setelah ditabrak pesawat nirawak Azeri.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan bahwa dari Vardenis, tentara Armenia telah menyerang wilayah Dashkesan di Azerbaijan. Armenia membantah laporan tersebut.