Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19, tersebar kabar bahwa banyak rumah sakit “meng-covid-kan’ orang yang meninggal.
Hal ini dinilai menjadi upaya mengecilkan angka kematian akibat Covid-19, dan dikhawatirkan membuat masyarakat jadi tak patuh menjaga kesehatan.
Menanggapi adanya kabar bahwa angka kematian yang murni disebabkan oleh Covid-19 hanya 6 persen dari jumlah yang sekarang, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Akmal Taher mengatakan bahwa penyebab kematian memang banyak, namun kalau sudah terinfeksi mau tidak mau harus dikatakan meninggal akibat Covid-19.
“Nggak ada itu 6 persen hanya karena Covid-19. Karena kalau ada orang yang punya komorbid itu sistem imunnya rendah, kemudan dia kena Covid-19. Apa kalau dia meninggal kita tidak bisa bilang karena kena Covid-19?” kata dia dalam diskusi publik beberapa waktu lalu.
Akmal menjelaskan, kalau seseorang komorbid lalu imunnya rendah kemudian terkena Covid-19 dan lebih cepat meninggal dibanding dengan yang lain, pasti akan dikatakan meninggal karena Covid-19.
“Karena misalnya atau mau dibikin rata-rata umur, orang umum sekian dengan diabetes rata-rata life expectancy-nya berapa. Kemudian karena Covid-19 harus dibuktikan lagi berapa apa lebih turun dari itu baru bisa dibilang mati karena Covid-19 ya ribet, kan nggak bisa seperti itu,” jelasnya.
Baca Juga
Menurut dia, untuk keperluan menjaga kesehatan masyarakat, sangat penting untuk dikatakan bahwa Covid-19 menjadi penyebab kematian.
“Yang nggak boleh dimasukkan adalah OTG Covid-19 lagi tabrakan meninggal, terus kita bilang karena Covid-19 itu ya ngaco,” ujarnya.
Namun, menurut Akmal, ujaran yang mengatakan bahwa pasien Covid-19 yang komorbid dan meninggal tidak bisa dikategorikan meninggal karena Covid-19 hanya sebagai usaha untuk mengecilkan jumlah kematian karena Covid-19.
“Itu kan berbahaya, nanti orang anggapannya prevalensi seperti itu, menular cuma sedikit jadinya,” tegasnya.