Bisnis.com, JAKARTA - Sulit untuk dibantah bahwa saat ini organisasi negara-negara pengekspor minyak mentah dunia (OPEC) tengah menghadapi momen paling kritis dalam 60 tahun sejarah pendiriannya.
Tidak hanya virus corona yang menghancurkan permintaan dan produksi harga minyak mentah. Perselisihan di antara para anggotanya juga menjadi kerikil tajam yang menghadang masa depan organisasi itu.
Belum lagi, ancaman dari dunia yang terus mencari bahan bakar yang lebih bersih sesuai permintaan pasar global. Bahan bakar dengan standar emisi kabon rendah terus menjadi pilihan terutama dengan kian sadarnya masyarakat akan kebersihan ingkungan.
”Peringatan 60 tahun berdirinya OPEC saat ini berada pada kondisi paling kritis dalam dalam sejarahnya, ujar analis UniCredit, Edoardo Campanella seperti dikutip ArabNews.com, Senin (28/9/2020).
Didirikan pada 14 September 1960, OPEC saat ini terdiri dari 13 anggota termasuk negara-negara dari Afrika dan Amerika Latin.
Khusus Indonesia, pada Mei 2008, telah mengumumkan keluar dari OPEC karena telah menjadi importir minyak sejak 2003. Menjadi net importer memang merupakan konsekuensi karena Indonesia tidak mampu memenuhi kuota produksi yang telah ditetapkan.
Baca Juga
Kemampuan Mengendalikan Pasar Melemah
Menurut Campanella, kemampuannya OPEC untuk mengarahkan pasar minyak demi keuntungannya menjadi pertanyaan besar saat ini. Para anggota bekas kartel minyak mentah terkuat dunia itu pun seolah diam seribu bahasa terkait kenyataan itu.
Lembaga yang berbasis di Wina memang secara rutin mengadakan pertemuan untuk menilai keadaan penawaran dan permintaan pasar. Harapannya, OPEC masih masih dapat memicu perubahan harga yang besar.
Logo Negara-negara Pengeskpor Minyak (OPEC) di kantor pusat di Vienna, 10 Jun 2014 - Reuters
Akan tetapi, kenyataannya tidak begitu. Kemampuan itu telah meredup dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi itulah yang mendorongnya untuk bergabung dengan sepuluh negara produsen minyak mentah non-OPEC, termasuk Rusia, untuk mengekang produksi kolektif mereka.
OPEC Plus tersebut sebenarnya ingin melawan lonjakan pasokan energi berbahan dasar batuan serpih (shale) di Amerika Serikat. Mereka juga ingin meredam kelebihan pasokan yang membandel di pasar dunia.
Saat ini, OPEC memompa sekitar sepertiga dari minyak global. Akan tetapi, OPEC Plus (+) menyumbang hampir 50 persen sehingga memberinya pengaruh yang lebih besar di pasar.
Covid-19 dan Perang Harga
Carlo Alberto de Casa, seorang pedagang pada perusahaan pialang minyak Activtrades, bersikeras bahwa kartel itu masih bisa mempertahankan fungsinya yang "relevan" di pasar. Karena itu dia menepis isu bahwa OPEC "hanya sekedar pernah ada".
“Mereka sedikit kurang berpengaruh dibandingkan dengan masa lalu karena produksi negara non-OPEC naik dan ada teknik ekstraksi baru. Tapi saya masih melihat peran OPEC,” katanya.
Perang harga bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang memburuk memang telah membuat harga minyak turun drastis.
Kondisi itu tak terhindarkan dan bahkan menyebabkan kontrak minyak mentah light sweet New York sempat berubah negatif pada April lalu. Artinya, produsen merugi untuk melayani pembeli dari tangan mereka.
Setelah kejatuhan pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya, OPEC Plus pada bulan Mei akhirnya memangkas produksi hingga seperlima dari kemampuan produksinya.
Harapan Untuk Emisi Karbon yang Rendah
Pemangkasan produksi merupakan langlah yang tidak dapat dihindari meski pahit untuk dilakukan. Itulah logika pasar.
Langkah itu telah memicu rebound tajam harga minyak mentah ke level saat ini sekitar US$40 per barel. Sebagi catatan, Amerika Serikat, yang sekarang menjadi produsen minyak terbesar di dunia, menahan laju ekstraksi serpih yang mahal.
Analis dari Rystad Energy, Paola Rodriguez-Masiu mencatat bahwa bahwa OPEC sebenarnya telah kehilangan pangsa pasar dalam beberapa tahun terakhir.
Akan tetapi, dia berpendapat bahwa kartel itu masih memiliki peran penting untuk dimainkan. Alasannya, OPEC memiliki jumlah minyak mentah terbesar yang dapat diakses.
Rangkaian kereta pengangkut minyak mentah, bahan bakar, dan gas cair dalam posisi miring di stasiun kereta Yanichkino, menuju ke kilang Gazprom Neft PJSC Moscow di Moskow, Rusia/Bloomberg-Andrei Rudakov
Hal itu ini berarti mengekstraksi minyaknya dengan menghasilkan emisi karbon yang lebih sedikit, katanya.
“Saya berpendapat bahwa OPEC akan menjadi semakin penting” di masa depan, katanya.