Bisnis.com, JAKARTA - Dokumen laporan intelijen lembaga keuangan di Amerika FinCEN Files mengungkapkan transaksi jangkal beberapa bank global besar yang diduga meloloskan praktek pencucian uang. Dana praktek tersebut ada yang mengalir ke Indonesia.
Dokumen FinCEN Files didapatkan Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (The International Consortium of Investigative Journalists/ICIJ) bersama dengan BuzzFeed News dan 108 mitra media lainnya di 88 negara.
Buzzfeed News adalah media pertama yang memperoleh dokumen yang disebut dengan FinCEN Files ini, yang kemudian membagikannya ke jaringan ICIJ.
Selama lebih dari 16 bulan, ICIJ menganalisis data tersebut. Selain itu, konsorsium jurnalis ini juga mengumpulkan pelbagai dokumen tambahan, baik berkas pengadilan atau wawancara ratusan orang, untuk mendukung bocoran FinCEN tersebut.
Hasilnya, ICIJ menemukan ada lebih dari 2.100 laporan aktivitas mencurigakan (Suspicious Activity Report/SAR) yang diajukan oleh berbagai bank di Amerika ke sebuah unit intelijen Departemen Keuangan Amerika Serikat yang dikenal sebagai Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN).
Dari investigasi ini terungkap bagaimana bank-bank besar diduga menyembunyikan uang panas yang berasal dari transaksi gelap seperti penipuan uang pensiunan, penambangan emas ilegal, penjualan narkotika, dan aktivitas kriminal lainnya.
Tak hanya itu, dokumen Departemen Keuangan Amerika Serikat ini juga mengungkapkan bagaimana bank-bank besar masih terus memindahkan sejumlah besar uang tunai yang dicurigai terkait transaksi ilegal. Padahal, otoritas Inggris dan Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi bagi institusi keuangan itu.
Dilansir Tempo.co, Senin (21/9/2020), aliran uang panas tersebut sampai ke Indonesia. Salah satunya, FinCEN Files memuat dugaan transfer janggal pembelian jet tempur Sukhoi oleh Pemerintah Indonesia pada 2011-2013.
Bocoran laporan ini menyebutkan FinCEN mendeteksi lalu lintas transfer yang melibatkan seorang pengusaha Indonesia bernama Sujito Ng dengan Rosoboronexport, perusahaan alat pertahanan milik pemerintah Rusia yang menyediakan Sukhoi, sepanjang 2011-2013.
Bocoran arsip tersebut menerangkan Rosoboron mentransfer sekitar US$52.000—kini senilai Rp 765 juta—ke rekening Sujito pada 28 Oktober 2011.
Pesawat tempur SU-27/30 Sukhoi dari Skuadron Udara 11Lanud Sultan Hasanuddin Makassar tiba di Pangkalan TNI AU Manuhua Biak, Papua, Rabu(26/7/2017). Foto: tni-au.mil.id
Sebelum masuk ke rekening pengusaha ini di Bank Mandiri cabang Singapura, duit itu diputar dahulu ke JSCB International Financial Club di Moskow, Rusia, serta JP Morgan Chase Bank di New York, Amerika.
Dalam dua kali kesempatan, pada 29 Desember 2011 dan 24 Januari 2012, Rosoboron kembali mengirim duit ke Sujito dengan total US$272.000—sekitar Rp4 miliar—dengan pola yang sama. Kali ini, JP Morgan membatalkan transaksi itu.
“Lantaran kebijakan manajemen risiko yang melibatkan Rosoboronexport,” demikian tertulis pada dokumen tersebut.
Sujito belum menjawab konfirmasi yang dikirimkan Tempo ke kantor PT Trimarga di Jalan Raya Mabes Hankam Nomor 51, Cipayung, Jakarta Timur, hingga Sabtu, 19 September lalu.
Transaksi jumbo lain yang terekam dalam FinCEN Files menyangkut nama Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Pengusaha batubara asal Kalimantan Selatan itu pernah disebut-sebut sebagai Wakil Bendahara Umum tim kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.
Dalam dokumen FinCEN Files, rekening Andi di Bank Mandiri pernah menerima transfer mencapai US$47,9 juta—sekitar Rp 670 miliar dengan nilai tukar sekarang—pada 8-19 Oktober 2014. Dana itu dikirim oleh perusahaan yang beralamat di negara suaka pajak British Virgin Islands.
Andi tak membalas surat konfirmasi Tempo yang dikirimkan ke rumahnya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, dan melalui pesan WhatsApp. Ghimoyo, Chief Executive Officer Jhonlin Group—perusahaan milik Andi—mengaku sedang rapat saat dihubungi lewat telepon pada 14 September lalu.
Selain Jhonlin Group, bocoran data FinCEN Files memuat transfer janggal yang melibatkan PT Tujuan Utama. Dalam salinan dokumen yang dilihat Tempo, ada transaksi mencurigakan senilai US$ 124,155 juta antara perusahaan emas yang berbasis di Pontianak, Kalimantan Barat, ini dengan Metalor Technologies Ltd—perusahaan logam mulia yang berbasis di Swiss pada 2015.
Emas batangan 24 karat ukuran 1oz atau 1 ons, setara 28,34 gram/Bloomberg
Hubungan kedua perusahaan ini terekam dalam putusan Mahkamah Agung yang menghukum PT Tujuan dengan denda Rp 500 juta pada 2017 karena memalsukan dokumen importasi emas ke Metalor. Direktur Tujuan Utama Dicson Liusdyanto mengatakan tidak ingat ihwal transaksi tersebut.
Sementara itu, terkait dengan informasi yang ada dalam dokumen FinCEN Files, JP Morgan menjawab mereka terus berupaya meningkatkan sistem antipencucian uang (Anti-Money Laundering/AML) sejak 2014.
Bank ini menyebut, sudah mengucurkan ratusan juta dolar dan ribuan karyawan yang khusus fokus pada sistem antipencucian uang mereka. JP Morgan mengatakan akan terus berupaya memimpin perang melawan pencucian uang di sistem perbankan.
ICIJ menegaskan dokumen FinCEN Files ini menjelaskan setidaknya transaksi bermasalah sebesar US$ 2 triliun sepanjang 2000 sampai 2017.
Akan tetapi mayoritas transaksi mencurigakan yang teridentifikasi di dokumen ini hanyalah sebagian kecil dari kucuran “uang panas” di berbagai bank di seluruh dunia.
Dokumen FinCEN hanya merepresentasikan 0,02 persen dari 12 juta laporan aktivitas mencurigakan yang dilaporkan oleh institusi-institusi finansial antara 2011 dan 2017.
Keberadaan laporan FinCEN ini tak serta merta mengindikasikan adanya pelanggaran pidana. Namun, setidaknya, ada beberapa kasus yang menunjukkan lemahnya sistem deteksi dini anti pencucian uang dalam sistem finansial global.