Bisnis.com, JAKARTA – Pembatasan penggunaan WeChat oleh administrasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump nampaknya harus tertunda akibat keputusan hakim.
Dilansir dari Bloomberg, Senin (21/9/2020), Hakim AS Laurel Beeler di San Fransisco mengeluarkan instruksi awal untuk menunda perintah ekskusif Trump tersebut.
Hal ini merupakan permintaan sekelompok pengguna WeChat yang berargumen bahwa pembatasan tersebut melanggar hak kebebasan berbicara jutaan orang Amerika yang berbahasa Mandarin.
Aplikasi yang seharusnya mulai menghilang dari apps store AS ini memiliki 19 juta pengguna harian di AS dan 1 miliar pengguna seluruh dunia.
Instruksi penundaan perintah Trump itu membuat WeChat dan TikTok tidak akan segera menghilang dari AS.
Trump sendiri bersikukuh bahwa kedua aplikasi yang dimiliki oleh Pemerintah China itu berbahaya karena khawatir data pengguna AS bakal bocor.
Baca Juga
Sebaliknya, TikTok Inc. dan pengguna WeChat menuduh usaha Trump ini berkaitan dengan upayanya untuk memacu elektabilitasnya menjelang pemilihan umum November mendatang.
“WeChat berfungsi sebagai media public virtual bagi komunitas warga negara AS yang berbahasa Mandarin dan menjadi satu-satunya akses komunikasi,” tulis hakim dalam persidangan.
Melarang penggunaan WeChat diklaim para penggunanya sebagai upaya untuk membatasi akses komunikasi di komunitas tersebut dan bisa dianggap melanggar kebebasan berpendapat.
Dalam persidangan tersebut, hakim juga menemukan pemerintah tidak memiliki bukti yang cukup bahwa aplikasi tersebut mengandung ancaman bagi keamanan nasional.
“Tentu saja kepentingan nasional sangat penting. Tetapi dalam persoalan ini, ketika pemerintah telah menetapkan bahwa aktivitas di aplikasi ini bakal memberikan ancaman terhadap keamanan nasional, mereka hanya menunjukkan sedikit bukti terkait hal ini,” tulis hakim tersebut dalam keterangannya.