Bisnis.com, JAKARTA - Tokoh Azyumardi Azra menilai kondisi demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran sehingga mesti menjadi perhatian serius seluruh komponen bangsa.
Hal itu diungkapkan olehnya dalam seminar bertajuk Demokrasi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat dan penutupan Sekolah Demokrasi Angkatan II LP3ES, Sabtu (29/8/2020).
Menurutnya, berdasarkan kajian berbagai Lembaga seperti Freedom House dan The Economist serta Indeks Demokrasi Indonesia dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kondisi demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Hal itu ditandai dengan terpasungnya kebebasan mengungkapkan aspirasi.
“Orang begitu mudahnya dilaporkan ke polisi dengan pasal karet dan polisi reaktif sekali mengusut jika ada yang mengganggu rezim. Hal ini menunjukkan gejala police state,” ujar guru besar pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah ini.
Kemunduran lain juga menurutnya bisa dilihat pada gencarnya serangan yang dilakukan oleh buzzer serta influencer yang menggiring opini dan menyerang para pihak yang mengkritisi kebijakan Pemerintah.
Peretasan laman media massa serta akun media sosial akademisi yang mengkritisi penemuan vaksin Covid-19 yang terjadi baru-baru ini menurutnya bagian serangan buzzer.
Baca Juga
Pemerintah saat ini juga menurutnya kian meminggirkan masyarakat sipil sehingga berbagai proses penyusunan undang-undang seperti revisi UU KPK, dan peraturan lainnya, dia nilai tidak melibatkan masyarakat luas. Pemerintah bahkan dia nilai tidak mendengarkan berbagai suara penolakan terhadap rancangan peraturan yang tengah disusun Bersama DPR.
“Kita berada pada titik paling bawah setelah 1999. Memang kita memiliki pemilihan umum yang lancar tapi ada segi lain seperti kebebasan menyatakan aspirasi dan pelibatan masyarakat sipil serta kekuatan politik penyeimbang atau oposisi. Sekarang ini tidak ada Namanya kekuatan penyeimbang. Ini persoalan serius kalau tidak ditangani bisa makin terjerembab,” ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, Indonesia perlu selalu melakukan reformasi di bidang ekonomi, sosial, serta pendidikan.
"Jangan sampai terjadi demokrasi alternatif one dominant party seperti di China maupun di Singapura di mana tidak ada kekuatan penyeimbang dari yang bisa mengontrol rezim."