Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Filipina Siapkan Stimulus US$3,3 Miliar untuk Keluar dari Resesi

Stimulus kedua Filipina akan difokuskan untuk bantuan korban PHK dan UMKM.
Penumpang mengantri untuk naik kereta Mass Rapid Transit (MRT) menjelang jam malam yang diberlakukan karena corona virus di Mandaluyong City, Metro Manila, Filipina, Senin (16/3/2020). Bloomberg/Veejay Villafranca
Penumpang mengantri untuk naik kereta Mass Rapid Transit (MRT) menjelang jam malam yang diberlakukan karena corona virus di Mandaluyong City, Metro Manila, Filipina, Senin (16/3/2020). Bloomberg/Veejay Villafranca

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Filipina menyepakati stimulus sebesar 162 miliar peso, atau setara US$3,3 miliar pada Senin (10/8/2020). Stimulus ini diharapkan mampu menyelamatkan nasib Filipina yang resmi masuk ke jurang resesi setelah perekonomian mereka terkontraksi selama dua kuartal beruntun.

Belum ada pengumuman pasti soal alokasinya. Namun, laporan Bloomberg, Senin (10/8/2020), menyebutkan stimulus tersebut bakal difokuskan untuk subsidi terhadap korban PHK serta UMKM. 

Anggaran ini nantinya tinggal didiskusikan dengan senat Filipina yang sebelumnya mewacanakan nominal lebih kecil yakni 140 miliar peso. Bila segalanya berjalan lancar, maka paket ini akan jadi stimulus kedua yang dikucurkan Filipina.

Sebelumnya pemerintahan Rodrigo Duterte sempat mengeluarkan stimulus lebih besar, yakni 1,3 triliun peso atau setara US$26 miliar pada penghujung Mei 2020. Dari nominal fantastis ini, sekitar 628 miliar peso direncanakan untuk subsidi upah dan pinjaman bagi usaha yang terdampak dari lockdown.

Sejak kemunculan pandemi Covid-19, Filipina berhadapan kelesuan bisnis dan perdagangan sehubungan diberlakukannya pembatasan untuk mencegah penyebaran virus. Menurut data terbaru Badan Pusat Statistik Filipina, tingkat pengangguran di negara tersebut melonjak hingga 17,7% atau setara dengan 7,3 juta orang. 

Kamis (6/8) pekan lalu Badan Statistik Filipina juga merilis data PDB Filipina yang mengalami penurunan 16,5 persen secara year-on-year (yoy). Catatan ini lebih buruk daripada perkiraan analis yang cuma berada di kisaran 9 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ropesta Sitorus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper