Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Aparatur Sipil Negara mencatat 456 laporan terhadap aparatur sipil negara (ASN) atas dugaan pelanggaran netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Rekapitulasi pelanggaran ASN tersebut merupakan data yang dihimpun mulai 1 Januari - 31 Juli 2020.
“Yang menarik sebanyak 27,6 persen [pelanggaran] adalah Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT),” kata Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara Bidang NDKEKP dan Netralitas Arie Budiman dalam Webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN dalam Pilkada Serentak Tahun 2020, Senin (10/8/2020).
Jabatan selanjutnya yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah fungsional, yakni 25,4 persen dari total laporan. Kemudian diikuti oleh administrator (14,3 persen), pelaksana (12,7 persen), dan kepala wilayah seperti camat dan lurah (9 persen).
Arie melanjutkan bahwa dari ASN yang dilaporkan, 344 orang di antaranya telah mendapat rekomendasi KASN terkait pelanggaran yang dilakukan. Sebanyak 189 orang telah ditindaklanjuti oleh PPK dengan penjatuhan sanksi.
Dia juga menyoroti pelanggaran tersebut bahkan telah dimulai sejak sebelum pendaftaran bakal calon Pilkada 2020.
“Ini tentu saja merupakan alarm,” ujar Arie.
Baca Juga
Sementara itu, lima pelanggaran netralitas ASN tertinggi adalah melakukan pendekatan kepada partai politik pengusung calon. Pelanggaran ini sebesar 21,5 persen dari total laporan.
Selanjutnya, kampanye sosialisasi di media sosial menduduki urutan kedua, yakni 21,3 persen. Ketiga, mengadakan kegiatan yang mengarah keuntungan bagi salah satu calon yaitu 13,6 persen.
Keempat dan kelima adalah memasang spanduk yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah ataupun wakil kepala daerah. Kedua pelanggaran ini masing-masing menyumbang 11,2 persen dan 11 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan ada 12 sanksi tegas bagi ASN yang memanfaatkan jabatan maupun fasilitas untuk mendukung salah satu calon dalam Pilkada 2020.
Para ASN yang terbukti bandel terancam mendapat sanksi berupa teguran lisan hingga pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
“Sanksi harus tegas. Kalau hanya peringatan tertulis tidak ada gunanya,” kata Tjahjo, Senin (10/8/2020).
Dia mengakui saat ini masih ada pelanggaran netralitas ASN dalam kontestasi politik. Pasalnya, pemberian sanksi masih lemah dan keberpihakan ASN kepada salah satu pihak masih dianggap lumrah seperti masa lalu.
Tjahjo menjelaskan bahwa pada era sebelum reformasi, pembangunan satu desa dapat terhambat apabila tidak mendukung partai penguasa. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi, karena ASN sudah seharusnya berkerja tanpa memandang ras, suku, agama, hingga pilihan politik masyarakat.