Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PM Inggris Kaji Kebijakan Lockdown Kedua untuk London

Menurut Sunday Times, pemerintah Inggris akan mengambil langkah ini jika tingkat infeksi melonjak. Tidak hanya menutup kota London, pemerintah akan memperketat aturan karantina pada masuk ke Inggris
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson bersiap memberikan keterangan di luar kantornya di 10 Downing Street di London, Inggris, Senin (27/4/2020)./Bloomberg-Simon Dawson
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson bersiap memberikan keterangan di luar kantornya di 10 Downing Street di London, Inggris, Senin (27/4/2020)./Bloomberg-Simon Dawson

Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Boris Johnson tengah mempertimbangkan untuk menutup London Raya dan memerintahkan masyarakat dengan risiko tinggi untuk tetap tinggal di rumah.

Kebijakan ini akan menjadi lockdown kedua di Inggris. Menurut Sunday Times, pemerintah Inggris akan mengambil langkah ini jika tingkat infeksi melonjak.

Tidak hanya menutup kota London, pemerintah akan memperketat aturan karantina pada masuk ke Inggris, seperti dilansir The Sunday Telegraph.

Akan ada pembatasan perjalanan masuk dan keluar di jalan raya M25 yang mengelilingi London Raya dan larangan menginap satu malam bagi masyarakat di kota tersebut.

Orang lanjut usia dan mereka yang dianggap memiliki peningkatan risiko dari Covid-19 diminta untuk tinggal di rumah.

Laporan tersebut muncul kurang dari dua hari setelah pemerintah menunda rencana pelonggaran lockdown di tengah lonjakan infeksi.
Johnson membatalkan rencana untuk membuka kembali fasilitas rekreasi seperti arena bowling, dan membatalkan uji coba yang bertujuan untuk mendorong penggemar olahraga kembali menyaksikan pertandingan langsung di stadion.

Kurang dari sebulan yang lalu, Johnson membandingkan gagasan tentang lockdown nasional kedua sebagai alat yang mirip dengan "penangkal nuklir". Menurutnya, kebijakan tersebut adalah upaya terakhir yang akan diambil.

Inggris sendiri mencatat jumlah kematian tertinggi di Eropa dan pemerintah telah dituduh menunggu terlalu lama untuk memberlakukan lockdown pada bulan Maret, ketika kasus Covid-19 pertama muncul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper