Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa mafia hukum ada di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk di tengah masyarakat.
Hal itu diungkapkannya melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (1/8/2020). Pendapat itu dilontarkan Mahfud ketika menanggapi komentar warganet terkait campur tangan pemerintah dalam proses hukum kasus Joko Soegiharto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Menurutnya, pemerintah tak bisa turut serta memengaruhi putusan hukum lembaga peradilan. Vonis berat atau ringan yang ditetapkan kepada koruptor pun tak menjadi kewenangan pemerintah.
"Kalau urusan hukuman itu urusan Pengadilan, tak bisa dicampuri oleh Pemerintah. Jd kalau ada koruptor divonis ringan atau bahkan dibebaskan itu bkn kewenangan Pemerintah.Mafia hukum itu ada di-mana2: di kementerian, pengacara, kepolisian, kejaksaan, di Pengadilan, di masyarakat," cuit Mahfud MD.
Kalau urusan hukuman itu urusan Pengadilan, tak bisa dicampuri oleh Pemerintah. Jd kalau ada koruptor divonis ringan atau bahkan dibebaskan itu bkn kewenangan Pemerintah.Mafia hukum itu ada di-mana2: di kementerian, pengacara, kepolisian, kejaksaan, di Pengadilan, di masyarakat. https://t.co/MRCGbXwCRA
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) July 31, 2020
Sebelumnya, Mahfud MD menilai bahwa pelarian Djoko Tjandra dinilai menunjukkan bahwa kehadiran mafia hukum di Indonesia sudah lama. Akibat bantun mafia hukum, jelas dia, Djoko Tjandra bisa mengetahui bakal divonis 2 tahun penjara pada 2009.
Dengan begitu, pria yang juga bernama Tjan Kok Hui itu bisa melarikan diri ke luar negeri sebelum hakim mengetok palu atas perkara yang melibatkannya.
"Thn 2009 kita sdh dikerjain oleh mafia hukum, sebab Joko Tjandra bs tahu akan divonis 2 thn dan lari sblm hakim mengetokkan palu. Siapa yg memberi karpet kpd dia saat itu shg bisa kabur sblm hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sdh lama ada, perlu kesadaran kolektif," cuit Mahfud.
Thn 2009 kita sdh dikerjain oleh mafia hukum, sebab Joko Tjandra bs tahu akan divonis 2 thn dan lari sblm hakim mengetokkan palu. Siapa yg memberi karpet kpd dia saat itu shg bisa kabur sblm hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sdh lama ada, perlu kesadaran kolektif.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) July 31, 2020
Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung untuk Djoko Tjandra dan Syahril Sabirin pada 11 Juni 2009. Dengan demikian, keduanya masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Dalam petikan putusan MA Nomor: 12PK/Pid.Sus/2009 pada 11 Juni 2009 untuk Djoko Tjandra disebutkan bahwa barang bukti berupa uang yang ada dalam rekening penampung atas nama rekening Bank Bali sejumlah Rp546,468 miliar, dirampas untuk dikembalikan ke negara.
Namun, satu hari sebelum putusan dikabulkannya permohonan PK yang diajukan Kejagung oleh MA, Djoko Tjandra sudah kabur ke Papua Nugini menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma.