Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa Joko Soegiharto Tjandra alias Djoko Tjandra tidak hanya harus menjalani hukuman penjara selama 2 tahun.
Hal itu diungkapkannya melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (1/8/2020). Menurutnya, upaya pelarian panjang terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) miliknya dengan Bank Bali pada Januari 1999 ini menyebabkan perpanjangan waktu hukuman.
"Joko Tjandra tdk hny hrs menghuni penjara 2 thn. Krn tingkahnya dia bs diberi hukuman2 baru yg jauh lbih lama," cuit Mahfud MD.
Menko Polhukam mengatakan bahwa pria yang juga Tjan Kok Hui itu bisa dikenakan tindak pidana lainnya. "Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kpd pejabat yg melindunginya. Pejabat2 yg melindunginya pun hrs siap dipidanakan. Kita hrs kawal ini," sambung Mahfud.
Joko Tjandra tdk hny hrs menghuni penjara 2 thn. Krn tingkahnya dia bs diberi hukuman2 baru yg jauh lbih lama. Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kpd pejabat yg melindunginya. Pejabat2 yg melindunginya pun hrs siap dipidanakan. Kita hrs kawal ini.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) July 31, 2020
Mahfud menegaskan bahwa penyuapan merupakan bagian dari tindak pidana korupsi. Dia menjelaskan bahwa korupsi terdiri dari 7 tindak lancung, termasuk gratifikasi, penggelapan jabatan, mencuri uang negara dengan mark up atau mark down dana proyek serta pemerasan.
"Jadi, jika Djoko Tjandra itu diduga menyuap, artinya dia diduga korupsi," jelasnya.
Bg yg nanya, penyuapan itu bagian dari korupsi. Korupsi mencakup tujuh jenis tindak lancung, misalnya, gratifikasi, penggelapan jabatan, mencuri uang negara dgn mark up atau mark down dana proyek, pemerasan, dsb. Jd jika JOK-TJAN itu diduga menyuap, artinya dia diduga korupsi.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) July 31, 2020
Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung untuk Djoko Tjandra dan Syahril Sabirin pada 11 Juni 2009. Dengan demikian, keduanya masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Dalam petikan putusan MA Nomor: 12PK/Pid.Sus/2009 pada 11 Juni 2009 untuk Djoko Tjandra disebutkan bahwa barang bukti berupa uang yang ada dalam rekening penampung atas nama rekening Bank Bali sejumlah Rp546,468 miliar, dirampas untuk dikembalikan ke negara.
Namun, satu hari sebelum putusan dikabulkannya permohonan PK yang diajukan Kejagung oleh MA, Djoko Tjandra sudah kabur ke Papua Nugini menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma.
Pelarian Djoko Tjandra itu, kata Mahfud, juga menunjukkan bahwa kehadiran mafia hukum di Indonesia sudah lama. Akibat bantun mafia hukum, jelas dia, Djoko Tjandra bisa mengetahui bakal divonis 2 tahun penjara pada 2009.
Dengan begitu, pria yang juga bernama Tjan Kok Hui itu bisa melarikan diri ke luar negeri sebelum hakim mengetok palu atas perkara yang melibatkannya.