Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan merebaknya dinasti politik merupakan wajah buruk buat demokrasi di Tanah Air.
Politisi PKS itu juga mengatakan dinasti politik merupakan residu demokrasi. “Jadi pandangan saya, dinasti politik ini buruk dan residu demokrasi karena itu kita harus mengoreksinya di RUU Pilkada yang akan datang,” katanya, Rabu (29/7/2020).
Mardani juga mengkritisi adanya calon kepala daerah yang dalam Pilkada melawan kotak kosong karena tidak ada pesaing yang maju akibat kuatnya kelompok partai politik mendukungnya.
Menurutnya demokrasi itu identik dengan kompetisi antara orang sehingga tidak ada kompetisi orang lawan kotak kosong. “Itu bukan demokrasi. Mestinya kompetisi itu orang lawan orang karena kontestasi karya dan gagasan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggrani menilai akses pencalonan kepala daerah yang sangat terbatas dan proses rekrutmen di partai politik yang bersifat sentralistik menjadi penyebab suburnya dinasti politik di Indonesia.
Dia mengakui sejak pemilu langsung kepala daerah (Pilkada) diadakan pertama kali pada 2005, dinasti politik atau politik kekerabatan bukannya berkurang, namun kian bertambah subur.
Menurutnya, politik kekerabatan cenderung destruktif dalam konteks hak asasi warga negara atau akses terhadap politik dan kepemiluan. Dinasti politik juga cenderung melahirkan para kepala daerah yang koruptif.
Akses kepada pencalonan kepala daerah yang sangat terbatas (limitatif) karena hanya bisa dimiliki oleh partai-partai yang punya daya dukung besar, menjadi salah satu penyebab berkembangnya dinasti politik. Apalagi dengan adanya ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah 20 persen kursi atau 25 persen suara sah di pemilu.
“Ambang batas ini berkontribusi bagi akses yang limitatif di dalam proses pencalonan kepala daerah di Pilkada,” ujarnya, Rabu (29/7/2020).