Bisnis.com, JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) akan lebih leluasa bekerja kalau tidak lagi berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemanan.
Demikian penilaian Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Syarief Hasan terkait perubahan kewenangan lembaga intelijen tersebut. Dia beralasan tugas para anggota BIN berkaitan erat dengan kerahasiaan negara.
Oleh karena itu, kata dia, sudah seharusnya badan itu melaporkan seluruh aktivitasnya langsung kepada presiden.
“BIN secara filosofis dan fungsi memang bertindak sebagai lembaga klien tunggal. BIN memang seharusnya hanya melapor kepada klien tunggal yakni Kepala Negara atau Presiden RI,” kata Syarif Hasan kepada wartawan, Senin (20/7/2020).
Pada bagian lain, perubahan kewenangan BIN yang diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres) itu, menurut Syarif Hasan, membuat BIN lebih mudah dan leluasa dalam melakukan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan operasional bidang intelijen, dengan atau tanpa ada keharusan berkoordinasi dengan kelembagaan lain.
“Berdasarkan Perpres No. 34/2010 tentang BIN, itu merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” katanya.
Baca Juga
Dia mengatakan sejumlah negara juga menempatkan kewenangan BIN langsung di bawah presiden. Dia mencontohkan badan intelijen negara lain seperti Central of Intelegence Agency (CIA) yang bertanggung jawab kepada Presiden AS, Joint Intellegence Committee (JIC) di bawah Perdana Menteri Inggris, dan Intelijen SVR di bawah Presiden Rusia.
“Tentunya, BIN tetap dapat berkoodinasi dengan lambaga lain, meski sudah tidak lagi berada di bawah Kemenko Polhukam. Kalau pun berkoordinasi, itu hanya didasarkan pada perintah dan arahan Presiden RI,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi melalui Perpres No. 73/2020 tentang Kementerian Koordinator Polhukam memindahkan alur koordinasi Badan Intelijen Negara dari Menko Polhukam langsung ke Presiden.