Bisnis.com, JAKARTA - Vonis hukuman mati berupa hukum gantung bagi enam terdakwa kasus pembunuhan penyidik KPK Malaysia Datuk Anthony Kevin Morais mengingatkan kita pada kasus yang terjadi di Indonesia.
Saat ini, dua terdakwa penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan masih sedang berjalan.
Berbeda dengan kasus di Malysia, publik di Indonesia sempat mengekspresikan kekesalan karena dua penyerang Novel Baswedan dituntut dengan hukuman ringan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis selaku terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan.
Tuntutan itu kembali disampaikan pada sidang dengan agenda pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6/2020).
"Kami jaksa penuntut umum meminta Yang Mulia menolak nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa. Penuntut Umum tetap berpegang pada surat tuntutan yang sudah kami bacakan pada Kamis, 11 Juni 2020," kata JPU Kejari Jakarta Utara Satria Irawan saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (22/6/2020).
Baca Juga
JPU Kejari Jakut dalam sidang pembacaan tuntutan pada 11 Juni 2020 menuntut 1 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya dinilai jaksa terbukti melakukan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam paparan repliknya, JPU menolak sejumlah dalil yang disampaikan para penasihat hukum dalam pledoi yang disampaikan pada 15 Juni 2020.
"Mengenai alasan memberi pelajaran, penurut penuntut hukum, terdakwa Rahmat Kadi Mahulette sudah punya 'mens rea' dengan tidak menceritakan maksudnya bahkan kepada Ronny Bugis dan bahan asam sulfat yang sudah dipersiapkan diencerkan dengan air sehingga kadar lebih rendah dan diarahkan ke badan korban. Kesengajaan itu adalah kehendak atau mengetahui apa yang harus diperbuat," ungkap Jaksa Satria.
Selanjutnya, soal dalil penasihat hukum yang mengatakan kerusakan mata Novel karena kesalahan penanganan pasca penyiraman, bukan karena siraman yang dilakukan Rahmat dan Ronny, JPU juga membantahnya.
"Dalil kerusakan mata korban bukan karena perbuatan terdakwa tapi kesalahan penanganan tidak dapat diterima karena korban mengalami kerusakan kornea mata kanan dan kiri yang membuat potensi kebutaan atau kurangnya panca indra sesuai dengan visum et repertum sehingga telah menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencarian sementara waktu," tambah Jaksa Satria.
Cuitan Febri Diansyah
Mengomentari kasus Morais, @febridiansyah yang dimiliki mantan jubir KPK mencuitkan beberapa komentarnya di Twitter.
"Kt mungkin bs berdebat ttg hukuman gantung dlm ksus pembunuhan KEVIN MORAIS. Ada yg setuju ada yg menolak. Tp poin saya lebih pd 2 hal: 1. Sejauh mana perlindungan thd penegak hukum 2. sensitifitas rasa keadilan dlm menghukum," ujar Febri dalam cuitannya, dipantau Minggu (12/7/2020).
Dalam cuitan tersebut Febri menyebutkan bahwa penegak hukum dari instansi manapun bisa menjadi korban.
"Kt tahu risiko itu jg melekat pd pekerjaan menegakkan hukum yg bekerja sungguh2. Jk bicara Indonesia, risiko bs trjadi pd Polisi, Jaksa, Pegawai KPK atau bahkan Hakim. Smg semua ini jd pembelajaran utk kita," ujarnya.
Febri menambahkan bahwa para penegak hukum sadar betul apa yang akan ia tempuh.
"Tp mereka tdk bs dbiarkan berjalan sendiri. Memilih tdk bekerja scr benar agar tdk berisiko jg bukan pilihan. Kecuali niatnya mmg sudah beda saat mulai jadi penegak hukum," cuit Febri.
Menurut Febri jika kasus serangan terhadap penegak hukum tidak diungkap secara serius, utuh dan dengan empati penuh, bukan tidak mungkin akan banyak penjahat yang berpikir bahwa menyerang penegak hukum bukan sesuatu yg ditakuti. "Kt tntu tdk ingin hal itu trjadi," cuit Febri.
Terkait pertanyaan soal kasus Morais dan Novel Baswedan, Febri memberikan tanggapan yang sejalan dengan sikap Novel Baswedan.
"Scr pribadi, saya setuju dg Novel. Jk terdakwa trnyata bukan pelaku, bukti lemah & meragukan, wajar Novel bilang jgn ragu vonis bebas. Tp jk terbukti, hukuman berat sesuai perbuatan terdakwa sgt dharapkan," cuirnya.
Kasus Morais
Malaysia memberi contoh soal bagaimana perlindungan terhadap penegak hukum atau sanksi terhadap pelaku tindak pidana terhadap penegak hukum harus ditegakkan.
Jumat, 10 Juli 2020 Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur menjatuhkan vonis hukum gantung terhadap 6 terdakwa kasus tewasnya Kevin Morais.
Seperti dicuitkan akun mantan Jubir KPK Febri Diansyah, Kevin adalah jaksa yang pernah bertugas di Komis Pemberantasan Korupsi Malaysia.
KPK Malaysia ini bernama Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia atau SPRM.
"Sep 2015: hilang saat menuju kantor, sebuah mobil dtmukan terbakar di ladang sawit. Bbrapa wkt kemudian, mayat Kevin ditemukan dicor di dalam tong dlm posisi duduk," cuit Febri.
Sementara itu, berdasarkan kronologi kasus kematian Kevin Morais seperti dikutip malaysiakini.com dari Kantor Berita Bernama disebutkan beberapa hal berikut.
Pada 4 September 2015 Morais dilaporkan keluar dari rumahnya di Kondominium Menara Duta (1), Jalan Dutamas kira-kira pukul 9 pagi menuju tempat kerjanya di Pejabat Peguam Negara, Putrajaya
Keesokan harinya, pada 5 September 2015, sebuah mobil Proton Perdana versi Honda Accord dijumpai hangus terbakar di Ladang Kelapa Sawit, Kg Sungai Samak, Hutan Melintang Perak. Kendaraan itu sejenis dengan yang dikendarai Morais dan dilaporkan hilang
Sehari kemudian, pada 6 September 2015, polisi mengklasifikasikan kasus hilangnya Morais sebagai kasus orang hilang.
14 September 2015, berdasarkan rekaman CCTV yang diperoleh polisi, Kepala Polisi Negara Tan Sri Khalid Abu Bakar mengkonfirmasi bahwa Morais diculik lima pria di Jalan Telawi, Bangsar.
Dua hari kemudian, pada 16 September 2015, polisi mengkonfirmasi penemuan mayat Morais di dalam tong atau drum yang diisi coran semen di Taman Subang Mewah, USJ1, Subang Jaya
Sekitar dua pekan, yakni pada 28 September 2015 tujuh lelaki didakwa Mahkamah Majistret Kuala Lumpur atas sangkaan membunuh Morais.
Kasus terus berjalan, hingga pada 7 Januari 2016 kasus tujuh tersangka termasuk seorang dokter tentara yang didakwa membunuh dan bersekongkol membunuh Morais dipindahkan dari Mahkamah Majistret ke Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur
Sidang pertama di Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur berlangsung pada 6 April 2016.
Pada 20 Desember 2016 Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur membebaskan tertuduh kedua G.Gunasekaran dari tuduhan membunuh Morais. Terdakwa mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman penjara oleh Mahkamah Sesyen atas kesalahan menyembunyikan mayat dan menghilangkan mobil Morais.
Mahkamah Sesyen adalah mahkamah tertinggi di mahkamah rendah yang mempunyai bidang kuasa pengadilan kriminal bagi semua kesalahan, kecuali kesalahan yang berdampak hukuman mati
Tahun 2017, pada 20 Nov, Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur memerintahkan enam lelaki yang menjadi terdakwa untuk mengajukan pembelaan diri.
Para terdakwa kasus pembunuhan Morais membacakan pembelaan mereta pertama kali pada 25 Januari 2018.
Tahun 2020, pada 11 Juni, sidang menggelar sidang tuntutan dan pembelaan atas kasus pembunuhan Morais.
10 Juli 2020 dalam keputusan akhir terkait pembelaan yang diajukan kuasa hukum terdakwa, Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur memerintahkan enam lelaki dihukum gantung karena terbukti bersalah atas pembunuhan Morais yang meninggal di usia 55 tahun.
Mereka yang divonis hukuman mati itu adalah pakar patologi Kolonel Dr R. Kunaseegaran, 57; pemberi pinjaman uang S. Ravi Chandaran, 49; serta empat penganggur R. Dinishwaran, 28; A.K. Thinesh Kumar, 27; M. Vishwanath, 30 dan S. Nimalan, 27.
Vonis sudah dijatuhkan di Malaysia, kita masih menunggu bagaimana vonis untuk penyerang Novel Baswedan di Indonesia.
Satu hal yang pasti, tentu kita tak ingin pengadilan menjatuhkan sanksi berat setelah ada penegak hukum di Indonesia yang tewas mengenaskan dan dicor di dalam drum untuk menghilangkan jejak pelakunya.