Bisnis.com, JAKARTA - Sigit Pramono, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. periode 2003 - 2008, angkat bicara terkait kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif senilai total Rp1,7 triliun pada 2003.
Kasus itu mencuat kembali ke publik setelah Kementerian Hukum dan HAM berhasil membawa kembali salah satu tesangka atas kasus tersebut yang lama buron, Maria Pauline Lumowa, dari luar negeri.
Sigit menjelaskan dirinya ditunjuk oleh pemerintah menjadi dirut Bank BNI sekitar Desember 2003, sedangkan kasus L/C fiktif itu sendiri mencuat sejak Juni 2003.
Ketika dia ditugaskan, jelas Sigit, kasus L/C tersebut sudah ramai di publik dan media. Dia mengaku diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Saya ingat sekali, tengah malam dipanggil ke rumah Menteri BUMN dan disampaikan tugas-tugas yang harus saya lakukan," ujarnya dalam wawancara dengan Kompas TV, Kamis (9/7/2020) malam.
Mantan Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) ini pun menegaskan bahwa saat itu pihak BNI sendiri yang melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Laporan itu didasarkan pada hasil audit internal.
Sigit menjelaskan sebenarnya kerugian BNI pada kasus itu mencapai Rp1,3 triliun. Pasalnya, pada awalnya para tersangka tersebut masih membayar cicilan kepada BNI.
"Mungkin komplotan ini mau menunjukkan bahwa tidak ada hal yang mencurigakan (di awalnya). Setelah itu, kemudiaan [oleh para tersangka] tidak dibayar lagi sehingga menimbulkan kecurigaan internal audit dari BNI," jelasnya.
Sejak kabar kasus itu tersebar, jelas dia, bank BNI 'babak belur' karena diberitakan oleh media. Kondisi itu, jelasnya, menjadi tantangan bagi dirinya untuk memperbaiki kinerja bisnis bank tersebut.
Di sisi lain, dia mengakui hampir tiap minggu dipanggil DPR di Senayan untuk menjelaskan kasus tersebut. "Karenanya, kasus ini betul-betul harus menangani isu politiknya juga," jelasnya.
Terkait dengan keterlibatan pihak internal dalam kasus itu, Sigit menjelaskan bahwa saat itu para tersangka berkomplot dangan kepala divisi di Kacab BNI Kebayoran Baru, Jakarta. Dia mengatakan pihak internal itu sudah mendapatkan hukuman pidana.
Selain itu, jelasnya, kasus tersebut menyebabkan mayoritas pejabat tinggi di BUMN tersebut diganti.
"8 orang direksi diganti tinggal 2 orang. Komisaris dari 5, ada 4 yang diganti. Jadi, puncak BNI diganti karena ini tanggung jawab manajerial," ujarnya.