Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadao Direktur Operasional PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hotman Pardamean dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung.
Hotman bakal diperiksa diperiksa untuk melengkapi berkas perkara eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD (Nurhadi)," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, Rabu (8/7/2020).
Selain itu, KPK juga memanggil Direktur Komersil PT MIT, Pryonggo Sidharta, seorang advokat bernama Toga Sihaloho serta notaris bernama Musa Daulae. Ketiganya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Nuhadi.
Belum diketahui apa yang akan digali tim lembaga antirasuah dari para saksi tersebut. Namun, sejak beberapa waktu lalu KPK tengah mendalami sejumlah aset yang dimiliki oleh Nurhadi.
Pada pemeriksaan sebelumnya, KPK mendalami kepemilikan vila oleh tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung Nurhadi, di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Hal tersebut dikonfirmasi lembaga antirasuah dari saksi bernama Tejo Waluyo. Dalam jadwal pemeriksaan Tejo Waluyo ditulis sebagai satpam.
"Penyidik mengkonfirmasi mengenai dugaan kepemilikan vila oleh tersangka NHD (Eks Sekretaris MA Nurhadi) yang berada di daerah Ciawi, Bogor, Jawa Barat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (6/7/2020).
Adapun, Nurhadi dan Rezky Herbiyono bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) pada 16 Desember 2019 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.
Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun, penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.