Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Komisi III DPR RI yang dilangsungkan secara tertutup di Gedung Merah Putih, markas lembaga antirasuah.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa tidak ada urgensi yang mengharuskan rapat tersebut dilaksanakan di Gedung KPK. Rapat tersebut, jelas dia, justru menunjukan bahwa KPK semakin tunduk tunduk pada kekuasaan eksekutif dan legislatif.
"Setidaknya ada dua hal yang penting untuk disorot. Pertama, tidak ada urgensinya mengadakan RDP di gedung KPK. Kebijakan ini justru semakin memperlihatkan bahwa KPK sangat tunduk pada kekuasaan eksekutif dan juga legislatif," kata Kurnia lewat pesan singkat, Selasa (7/7/2020).
Dia juga mencurigai ada hal-hal yang ingin disembunyikan dari publik oleh DPR lantaran rapat tersebut digelar tertutup. Menurut dia, dengan menggunakan alur logika UU KPK, DPR memahami bahwa lembaga anti rasuah itu bertanggungjawab kepada publik.
"Jadi, setiap persoalan yang ada di KPK, publik mempunyai hak untuk mengetahui hal tersebut," katanya.
Menurut Kurnia, DPR seharusnya mengagendakan pertemuan RDP itu di gedung DPR secara terbuka dengan mempertanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini.
Baca Juga
"Misalnya, tindak lanjut dugaan pelanggaran kode etik atas kontroversi helikopter mewah yang digunakan oleh Komjen Firli Bahuri beberapa waktu lalu," ujarnya.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan bahwa sejak KPK di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri nuansa kontroversi selalu melekat pada lembaga anti rasuah itu. Salah satunya terkait dengan rapat tertutup ini.
"Bahkan publik tidak lagi menaruh kepercayaan yang tinggi kepada KPK. Hal ini disebabkan kinerja dari Pimpinan KPK yang sampai saat sekarang belum memperlihatkan prestasi konkret dalam upaya pemberantasan korupsi," ucapnya.
Seperti diketahui, DPR menggelar rapat dengan KPK secara tertutup di Gedung Merah Putih KPK. Ini adalah kali pertama DPR melakukan rapat di markas lembaga antirasuah.