Bisnis, JAKARTA – Hampir setengah abad lalu, warga Jakarta mungkin tak menyangka nama kota tempat mereka tinggal dipakai untuk operasi makar nun jauh di negara lain.
Tak terkecuali pula Gubernur DKI Jakarta yang berkuasa saat itu, 1973, yaitu Ali Sadikin (Bang Ali) di periode kedua masa kepemimpinannya. Tak ada yang aneh dengan ibu kota negara ketika itu. Aman-aman saja.
Namun di sebuah negara di belahan bumi lainnya sedang terjadi geger politik. Prahara tersebut meletus di Chile dengan puncak kulminasi politik pada 11 September 1973.
Salvador Allende dan Bang Ali juga tidak saling kenal. Yang disebut pertama adalah Presiden Chile yang berkuasa saat itu. Pemimpin pemerintahan di salah satu negara di kawasan Amerika Latin tersebut dikudeta oleh lawan politiknya, Augusto Pinochet, seorang jenderal yang disokong oleh Amerika Serikat.
Sebuah kudeta militer berdarah yang mengubah total haluan politik Chile di bawah rezim Pinochet selama setidaknya 17 tahun kemudian. Bagi Gedung Putih, ini adalah sebuah kemenangan besar.
Djakarta Operation (Operasi Jakarta), begitu nama sandi operasi rahasia untuk menumbangkan Allende, berhasil dijalankan. Ya benar, nama Jakarta dipakai untuk sebuah operasi makar guna mendongkel pemerintahan yang sah dengan kekuatan militer.
Tak lama politisi sosialis itu berkuasa sebagai presiden. Hanya tiga tahun sejak memenangkan pemilihan pada 4 September 1970. Namun karakter Allende yang populis lambat laun membuat gerah Washington. Sikap politiknya yang emoh didikte Gedung Putih menjadikan Paman Sam dan badan intelijennya (CIA) kian meradang.
Melihat hasilnya, Operasi Djakarta memang dirancang sangat serius. Detail penyusunan rencana tersebut antara lain dapat ditelusuri dari ulasan Tim Weiner, pemenang hadiah Pulitzer, berjudul Legacy of Ashes, The History of CIA (2007).
Dari penulisnya bisa diketahui bahwa karya tersebut didasarkan pada apa yang dibaca dari 50.000 lebih dokumen, khususnya dari arsip-arsip CIA, Gedung Putih, dan Departemen Luar Negeri.
Selain itu 2.000 lebih bahan sejarah lisan dari perwira-perwira intelijen Amerika, tentara, diplomat dan 300 lebih wawancara yang dilakukan sejak 1987 dengan para perwira dan veteran CIA, termasuk 10 direktur intelijen pusat.
Pemerintahan Allende digoyang oleh dua misi. Pertama, Track One yang meliputi peperangan politis, tekanan ekonomi, propaganda dan permainan keras diplomasi. Dimungkinkan pula dilakukan kudeta konstitusional.
Kedua, Track Two. Ini adalah titik puncak upaya, yakni kudeta militer meski oleh sebagian pejabat tinggi di Langley dianggap ‘gila’.
Nama Jakarta dicomot karena dinas rahasia AS tampaknya terilhami oleh hasil akhir prahara politik di Indonesia yang tak kalah dramatis. Delapan tahun sebelum Allende tumbang, dengan episentrum di Jakarta melalui move kelompok militer yang menamakan diri Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu).
Singkatnya, terjadi pergantian kekuasaan secara masif dan sistemik yang prosesnya dimulai sejak 1 Oktober 1965. Tafsiran alternatif terhadap Gestapu mulai muncul pertama kalinya ketika di Jakarta beredar—secara terbatas dan dari tangan ke tangan—sebuah analisis yang kemudian lebih populer disebut Cornell Paper.
Naskah dari Cornell University itu sebenarnya adalah hasil analisis sementara dua ahli Indonesia (Ben Anderson dan Ruth Mc Vey) pada pusat studi Asia Tenggara di universitas tersebut (Salim Said, 2015).
Usai Gestapu, pengaruh dan kekuasaan Presiden Soekarno kian lemah dan kepemimpinanya disudahi pada 1967. Di akhir babak prahara, tampil Soeharto, seorang jenderal, sebagai RI-1 selama 32 tahun kemudian. Salah satu presiden yang paling lama berkuasa di dunia.
Dan hari ini, 22 Juni, di Jakarta memang tidak ada prahara politik. Namun tepat di hari ulang tahunnya yang ke-493, ibu kota negara masih menyimpan bara yaitu pandemi Covid-19.
Setelah empat tahapan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Jakarta mencoba untuk hidup normal kembali dengan didahului masa transisi sejak 15 Juni lalu.
Aktivitas terasa berbeda dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya tetapi tetap dengan pesan tegas: Mengikuti protokol kesehatan yang berlaku. Tak pelak, hari ulang tahun Jakarta kali ini sungguh tidak biasa. Tidak ada keramaian. Gelaran tahunan Jakarta Fair pun nihil. Gegap-gembita dilakukan secara virtual saja.
Seperti tema yang diusung, semoga saja semua upaya ini akan membuat Jakarta Tangguh!