Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan di tengah upaya pemerintah menerapkan adaptasi kebiasaan baru atau new normal.
Hal itu diungkapkan Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki.
“Terdapat 116.000 anak penyandang disabilitas tidak mempunya akta kelahiran,” kata Maliki saat memberi keterangan di Webinar Nasional Mengikutsertakan Penyandang Disabilitas dalam Era Tradisi Baru, pada Kamis (11/6/2020).
Maliki menegaskan hambatan untuk menjadi produktif bagi penyandang disabilitas sudah terlihat dari kepemilikan akta kelahiran. Bahkan, menurut dia, persentase kepemilikan akta kelahiran maupun NIK bagi penyandang disabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat umum.
“Kepemilikan akta kelahiran dan NIK ini sangat penting bagi penyandang disabilitas dalam memenuhi hak-hak mereka terutama seperti pendidikan dan kegiatan ekonomi,” ujarnya.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 25,6 juta jiwa atau 9,6 persen dari keseluruhan total penduduk yang berjumlah 273.358.192.
Baca Juga
Dari data itu, Susenas mencatat terdapat 2,8 juta penduduk dengan hambatan berjalan, 2,3 juta penduduk dengan hambatan melihat, 1,7 juta penduduk dengna hambatan mendengar dan 1,9 juta penduduk dengan hambatan konsentrasi dan mengingat.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah memberikan lampu hijau bagi sembilan sektor ekonomi untuk kembali beroperasi di tengah penerapan kenormalan baru atau new normal.
Kebijakan ini diambil dalam rangka menekan dampak ekonomi dan sosial dari pandemi Covid-19.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan langkah itu telah mempertimbangkan risiko penularan yang menggunakan indikator kesehatan masyarakat berbasis data yakni epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan.
“Selain itu, penilaian dampak ekonomi dilaksanakan dengan menggunakan indikator indeks dampak ekonomi dari tiga aspek yaitu aspek ketenagakerjaan, proporsi Produk Domestik Regional Bruto sektoral, dan indeks keterkaitan sektor,” kata Doni melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jakarta, pada Jumat (5/6/2020).
Adapun, sembilan sektor yang ditetapkan untuk dibuka kembali meliputi pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang.