Kabar24.com, JAKARTA — Petinggi Front Pembela Islam atau FPI meramaikan gugatan UU No. 2/2020 yang berisi kebijakan dan penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 di sektor perekonomian.
UU No. 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, bertujuan sebagai bagian dari penyelamatan ekonomi nasional.
Permohonan tersebut diserahkan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (10/6/2020) siang. Dalam gugatannya, petinggi FPI menyoal konstitusionalitas UU Corona baik secara formil maupun materiil.
“Betul [uji formil dan materiil],” kata M. Kamil Pasha, kuasa hukum para pemohon, ketika dikonfirmasi Bisnis.com, Rabu.
Bergabung dalam deretan penggugat terdapat nama Ketua Umum FPI Ahmad Sabri Lubis dan Sekretaris Umum Munarman. Turut serta sebagai pemohon adalah bekas juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.
Permohonan FPI menggenapi tiga gugatan yang terlebih dahulu diterima MK. UU Corona merupakan penetapan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret, Perppu 1/2020 diundangkan pada hari yang sama. Pada 9 April, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menggugat beleid tersebut. Menyusul organisasi bentukan Boyamin Saiman itu adalah kelompok mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, disusul dengan advokat Damai Hari Lubis.
Pada 12 Mei, parlemen menyetujui beleid tersebut sebagai UU, disusul pengesahan oleh Presiden Jokowi dan pengundangan pada 18 Mei. Dalam praktik hukum acara di MK, pengujian Perppu 1/2020 kehilangan objek.
Setelah Perppu 1/2020 menjadi UU, Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) menjadi penggugat pertama UU Corona. Permohonan YAPPIKA diterima MK pada 15 Mei ketika UU Corona belum diundangkan.
Setelah YAPPIKA, MAKI bersama dengan empat elemen masyarakat tercatat sebagai pemohon kedua pada 20 Mei. Berbeda dengan YAPPIKA, MAKI menunggu pengundangan UU 2/2020 sehingga objek gugatan ada.
Pada 8 Juni, giliran aktivis Iwan Sumule memasukkan permohonan. Menyusul kemudian adalah gugatan Ahmad Sabri Lubis dkk.