Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini 6 Gempa Besar yang Melanda Wilayah Maluku Utara sejak 1914

Hingga Minggu (7/6/2020) pagi, hasil pemantauan BMKG menunjukkan adanya lima kali aktivitas gempa susulan.
Peta lempeng gempa./Antara-BMKG
Peta lempeng gempa./Antara-BMKG

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika telah memonitor adanya peningkatan aktivitas seismik di wilayah Morotai, Maluku Utara, selama Mei 2020 sehingga wajar jika terjadi gempa kuat seperti yang terjadi pada Kamis (4/6/2020) dengan magnitudo 6,8.

"Wajar jika di zona aktif gempa yang terjadi sebulan sebelumnya, kini terjadi gempa kuat," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, Minggu (7/6/2020).

Gempa Morotai bermagnitudo 6,8 dengan kedalaman 111 kilometer yang terjadi pada Kamis pukul 15.49.40 WIB lalu berdampak menimbulkan kerusakan pada ratusan bangunan di Kabupaten Pulau Morotai.

Hingga Minggu (7/6/2020) pagi, hasil pemantauan BMKG menunjukkan adanya lima kali aktivitas gempa susulan. Magnitudo gempa susulan terbesar 4,8 dan terkecil 2,9. Gempa susulan terakhir tercatat pada pukul 10.58.23 WIB berkekuatan magnitudo 3,9.

Wilayah Morotai merupakan salah satu kawasan seismik aktif di Indonesia. Lokasi Pulau Morotai bersebelahan dengan zona subduksi lempeng Laut Filipina.

Di sebelah timur Pulau Halmahera melintas subduksi lempeng laut Filipina yang berarah utara-selatan dengan panjang mencapai sekitar 1.200 km, dari Pulau Luzon, Filipina, di utara hingga Pulau Halmahera di selatan.

Zona subduksi aktif ini memiliki laju penunjaman lempeng antara 10 hingga 46 milimeter per tahun.

Dia menjelaskan bahwa zona megathrust lempeng laut Filipina adalah ancaman terjadinya bencana gempa dan tsunami yang potensial bagi wilayah Maluku Utara, khususnya Halmahera, Morotai, dan Kepulauan Talaud.

Megathrust adalah istilah untuk menyebut sumber gempa di zona penunjaman lempeng, tepatnya lajur subduksi landai dan dangkal.

Khusus segmen zona megathrust di Pulau Halmahera memiliki magnitudo tertarget 8,2. Jika aktivitas gempa pada Kamis lalu berkekuatan magnitudo 6,8, kekuatannya masih jauh lebih kecil dari magnitudo tertargetnya.

Catatan sejarah gempa menunjukkan bahwa di wilayah tersebut sudah sering kali terjadi gempa kuat dan merusak yang dipicu tunjaman lempeng laut Filipina. Sedikitnya tercatat enam gempa bermagnitudo mulai 7,0 yang melanda wilayah tersebut.

  • Pada 23 Oktober 1914, gempa dengan magnitudo 7,4 merusak Kepulauan Talaud.
  • Pada 27 Maret 1949, bermagnitudo 7,0 merusak Halmahera.
  • Pada 24 September 1957, gempa bermagnitudo 7,2 merusak Kepulauan Talaud.
  • Pada 8 September 1966, gempa bermagnitudo 7,7 merusak Halmahera Utara dan Morotai.
  • Pada 30 Januari 1969, gempa bermagnitudo 7,6 merusak Kepulauan Talaud.
  • Pada 26 Mei 2003, gempa bermagnitudo 7,0 merusak Maluku Utara dan Morotai.

Catatan sejarah 6 gempa kuat dan merusak tersebut di atas merupakan bukti bahwa zona megathrust pada tunjaman lempeng laut Filipina, khususnya segmen Halmahera—Talaud menjadi salah satu sumber gempa yang patut diwaspadai dan tidak boleh diabaikan.

 "Tunjaman lempeng laut Filipina ini selamanya akan menjadi sumber gempa potensial di wilayah Halmahera, Morotai, dan Kepulauan Talaud," ujar Daryono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Zufrizal
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper