Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas ilmuwan sudah memprediksi molornya penemuan vaksin untuk membasmi virus corona jenis Covid-19 sehingga diperlukan langkah alternatif yang radikal dalam mengembangkan vaksin tersebut.
Dikutip dari The Guardian pada Selasa (26/5/2020), para ilmuwan di Inggris pun mempertimbangkan keterlibatan relawan manusia yang siap terinfeksi Covid-19 untuk bahan uji coba vaksin. Langkah ini selaras dengan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengizinkan uji coba vaksin terhadap manusia.
Meski demikian, para ilmuwan tidak menampik ada risiko yang besar dengan menjadikan manusia sebagai objek uji coba vaksin Covid-19 karena berpotensi menyebabkan komplikasi penyakit hingga kematian.
Jonathan Ives dari Centre for Ethics in Medicine di Bristol University menyatakan jika rencana ini serius dikerjakan, para ilmuwan harus meminta orang-orang yang sehat yang berani ambil risiko buruk. Namun di sisi lain, risiko itu terbayarkan karena diyakini mempercepat pengembangan vaksin dan menyelamatkan banyak kehidupan manusia.
“Jadi, saya berpikir ada tantangan besar dengan uji coba ini, yang mana keduanya punya argumen yang kuat untuk menerima maupun menolak [uji coba],” ujar Ives.
Saat ini sekitar 7 persen populasi di Britania Raya sudah terinfeksi Covid-19 meski dalam level yang rendah.
Dengan sejumlah orang yang siap jadi relawan uji coba vaksin, akan terlihat sejauh mana pengembangan vaksin yang ada saat ini bisa menjaga kesehatan relawan.
Namun, jika interaksi para relawan dengan pasien positif juga masih rendah, akan diperlukan waktu ekstra menunjukkan efektivitas dari sejumlah vaksin yang tengah dikembangkan.
Profesor Lawrence Young dari Warwick University Medical School menjelaskan kondisi infeksi antarmasyarakat yang rendah di Inggris sehingga potensi penularan dari orang ke orang kian menurun.
“Dengan demikian, tak cukup mengandalkan relawan yang terinfeksi dari manusia ke manusia, cara ini tidak efektif untuk mempercepat pengembangan vaksin,” sambungnya.
Young memerinci tantangan uji coba vaksin ke manusia karena sebenarnya para ilmuwan pun tak punya kebebasan penuh menginfeksikan virus ini ke tubuh manusia sekalipun untuk alasan tes ilmiah.
Adapun WHO sudah menyatakan orang dengan usia 18-30 tahun adalah orang dengan risiko terendah tertular Covid-19.
“Tes ini hanya bisa diberikan dengan syarat orang yang sangat sehat dan masih muda pada usia berkisar 25 tahun yang sudah memiliki kesadaran atas dampak dari uji coba ini dan bisa mengambil keputusan secara sadar dan bebas,” kata Young.
Mengingat infeksi virus ini sangat berbahaya bagi orang berusia lanjut dan masih punya risiko bagi orang muda yang sehat, tes vaksin ini harus juga dilengkapi dengan terapi dan obat anti infeksi sebagai penangkal efek buruk.
“Langkah ini diperlukan untuk antisipasi jika selama uji coba terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan di luar perkiraan,” kata Young.
Professor Arpana Verma dari Manchester University menjelaskan vaksin memang menjadi solusi terbaik menyelamatkan masyarakat dari Covid-19. Dia menyebut ini adalah salah satu kekuatan vaksin sehingga sangat penting untuk segera melakukan uji coba.
Meski begitu Profesor Eleanor Riley dari Edinburgh University berpandangan ada tantangan dalam pengembangan vaksin. Uji coba diberikan ke manusia hanya jika karakteristik virus ini juga sudah dipelajari dan ditemukan dengan benar. Menurut Eleanor, studi ilmiah harus memperhatikan detail.
“Hal ini penting untuk bisa mengidentifikasi sejumlah sakit yang dialami orang yang sehat. Jika tidak ada kriteria yang ditunjukkan mengarah ke Covid-19, lebih baik jika kajian atas virus ini ditelaah lebih dalam,” paparnya.