Bisnis.com, JAKARTA - Wabah Covid-19 menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja yang signifikan. Bahkan, sebanyak 25 juta pekerja diprediksi terancam kehilangan pekerjaan, terutama dari sektor pekerja bebas.
Hal ini terlihat dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Litbang Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan survei online.
Survei dilakukan selama periode 24 April sampai 2 Mei 2020 terhadap penduduk usia 15 tahun keatas, dengan jumlah responden yang terjaring sebanyak 2.160 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia ketenagakerjaan di Indonesia dilihat dari sisi pekerja, pengusaha dan usaha mandiri. Dari sisi pekerja, terjadinya gelombang PHK tenaga kerja dan penurunan pendapatan sebagai akibat terganggunya kegiatan usaha pada sebagian besar sektor.
Sebanyak 15,6 persen pekerja mengalami PHK dan 40 persen pekerja mengalami penurunan pendapatan, diantaranya sebanyak 7 persen pendapatan buruh turun sampai 50 persen.
“Kondisi ini berpengaruh pada kelangsungan hidup pekerja serta keluarganya,” jelas Ngadi dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (19/5/2020).
Dari hasil survei tersebut, dapat diprediksi 10 juta pengusaha mandiri akan berhenti bekerja dan 10 juta lainnya pendapatan menurun lebih dari 40 persen. “Sebanyak 15 juta pekerja bebas atau pekerja keluarga akan menganggur,” ungkapnya.
Dalam dua hingga tiga bulan ke depan, pengangguran bertambah 25 juta orang, terdiri dari 10 juta pekerja mandiri dan 15 juta pekerja bebas.
“Angka kemiskinan akibat adanya penurunan upah dan tanpa pendapatan diperkirakan akan mencapai 17,5 juta rumah tangga dengan asumsi Garis Kemiskinan adalah 440 ribu per kapita per bulan,” tutup Ngadi.
Dirinya menjelaskan, dari sisi pengusaha, pandemi Covid-19 menyebabkan terhentinya kegiatan usaha dan rendahnya kemampuan bertahan pengusaha.
“Hasil survei mencatat 39,4 persen usaha terhenti, dan 57,1 persen usaha mengalami penurunan produksi. Hanya 3,5 persen yang tidak terdampak,” jelas Ngadi.
Kemampuan bertahan oleh di kalangan dunia usaha juga mengalami keterbatasan. Sebanyak 41 persen pengusaha hanya dapat bertahan kurang dari tiga bulan. Artinya pada bulan Agustus usaha mereka akan terhenti.
Sebanyak 24 persen pengusaha mampu bertahan selama 3-6 bulan, 11 persen mampu bertahan selama 6-12 bulan ke depan, dan 24 persen mampu bertahan lebih dari 12 bulan.
Sementara dampak Covid 19 pada usaha mandiri membuat usaha menjadi terhenti dan sebagian mengalami penurunan produksi. Sebanyak 40 persen usaha mandiri terhenti kegiatan usahanya, dan 52 persen mengalami penurunan kegiatan produksi.
“Hal ini berdampak 35 persen usaha mandiri tanpa pendapatan dan 28 persen pendapatan menurun hingga 50 persen,” paparnya.
Dampak Covid-19 juga berdampak pada pekerja bebas sektor pertanian dan non-pertanian atau pekerja “serabutan” yang bekerja jika ada permintaan bekerja. Hasil survei menunjukkan sebanyak 55 persen pekerja bebas pertanian dan non-pertanian tidak ada pekerjaan, dan 38 persen order berkurang.
Dilihat dari pendapatan, sebanyak 58 persen pekerja bebas tidak memiliki pendapatan selama masa pandemi Covid-19 dan 28 persen pendapatan berkurang sampai 30 persen.
Data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020 mencatat sebanyak 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Hal ini terjadi karena sejumlah perusahaan mengalami penurunan produksi bahkan berhenti berproduksi.