Bisnis.com, JAKARTA - Riset terbaru Morgan Stanley menyatakan momentum pemulihan ekonomi menuju kuartal kedua 2020 melemah dari Maret pada sebagian besar negara Asia, kecuali Jepang.
Hal itu sebagai dampak pembatasan pergerakan manusia dan barang untuk membendung penyebaran virus Corona. Kelanjutan dari soft social distancing yang membuat kegiatan ekonomi dapat berlangsung tanpa risiko penyebaran Covid-19, kemungkinan akan membatasi pemulihan pada semester kedua tahun ini.
Morgan Stanley menyatakan soft social distancing kemungkinan akan menjadi kondisi normal yang baru hingga vaksin Covid-19 ditemukan. Menurut riset ini, pembukaan ekonomi tidak bisa dilakukan secara serempak di semua industri, melainkan bertahap.
Tindakan lockdown sudah pasti merupakan beban untuk pertumbuhan jangka pendek. Bagi negara yang melakukan lockdown, pembukaan kembali secara bertahap aktivitas ekonomi pada sektor-sektor tertentu, dengan aturan pedoman kesehatan masyarakat yang ketat dapat menjadi langkah berikutnya sebelum beralih ke soft social distancing untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi tanpa risiko penyebaran virus Corona.
"Dengan rasionalisasi seperti ini, soft social distancing tidak mungkin akan di hapus total bagi perekonomian yang telah melewati masa Covid-19 terburuk sekalipun," ujar para peneliti Morgan Stanley dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/4/2020).
Adapun tindakan lockdown akan memberikan hambatan paling signifikan di kuartal pertama bagi China. Sedangkan untuk negara Asia lainnya kecuali Jepang, dampaknya akan terasa pada kuartal kedua 2020.
Baca Juga
"Kelanjutan dari soft social distancing yang stabil hingga vaksin ditemukan kemungkinan akan membatasi laju pemulihan pada semester kedua 2020," lanjutnya.
Data menunjukkkan, penggunaan kendaraan umum di ibu kota 10 negara Asia berkurang drastis selama masa pembatasan ini. Di Jakarta, angka pengurangannya mencapai 89,6 persen, sedangkan di Kuala Lumpur, Malaysia 94,0 persen. Selain itu, penggunaan kendaraan umum di Singapura juga berkurang 74,6 persen, di Bangkok berkurang 78,5 persen, Taipei 50,9 persen, Seoul 50,0 persen dan Hong Kong 39,0 persen.