Bisnis.com, JAKARTA – Harga residensial di Hong Kong jatuh pada kecepatan yang dipacu oleh pandemi virus corona baru Covid-19. Bisnis properti Hong Kong sempat hendak bangit pada awal 2020, tapi kemudian terhantam pandemi corona.
Indeks harga satuan domestik swasta dari Departemen Penilaian dan Pemeringkatan turun 2,1 persen menjadi 370,7 pada Februari tahun ini yang merupakan level terendah dalam setahun, sementara indeks turun 6,6 persen dari rekor tertinggi yang terlihat pada Mei 2019.
Volume transaksi di apartemen hunian mencapai 4.555 dengan total pertimbangan HK$35,81 miliar (US$4,62 miliar) pada Maret, masing-masing mencatat kenaikan 3,2 persen dan 1,4 persen dari bulan sebelumnya.
Angka-angka tersebut masing-masing turun 29,1 persen dan 32,2 persen secara tahunan.
Sentimen beli baru saja mulai meningkat ketika tahun 2020 dimulai, ketika pandemi corona mengirimkan gelombang kejutan baru melalui pasar yang dimulai pada Februari.
“Harga rumah berada pada tren menurun dalam menghadapi resesi teknis di Hong Kong. Tingkat pengangguran diperkirakan melebihi 5 persen dalam menghadapi prospek ekonomi yang memburuk secara lokal dan global,” kata Alva To, Wakil Presiden Cushman & Wakefield di Greater China dan kepala konsultasi di Greater China sebagaimana ditulis China Daily dan dikutip The Star pada Jumat (24/4/2020) malam.
Meskipun secara luas percaya bahwa wabah ini dapat ditanggulangi pada paruh kedua tahun ini, tidak mungkin ekonomi segera pulih. Lebih banyak lagi penutupan toko dan bisnis karena prospek ekonomi tetap tidak jelas, yang tidak menjadi pertanda baik bagi pasar perumahan dalam jangka menengah hingga panjang,” katanya.
Tingkat pengangguran terbaru Hong Kong telah meningkat menjadi 4,2 persen, tertinggi dalam sembilan tahun.
Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) memperingatkan bahwa pasar tenaga kerja akan terus menghadapi lebih banyak tantangan, dan lebih banyak orang kemungkinan akan kehilangan pekerjaan karena prospek ekonomi yang lesu.
Harga rumah Hong Kong dalam dekade terakhir telah didorong oleh kombinasi peraturan pemerintah yang ketat tentang pengembangan properti, suku bunga rendah karena patokan mata uang kota terhadap dolar AS, serta kekurangan lahan dan perumahan.