Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta lebih transparan soal paket stimulus ekonomi yang diluncurkan untuk penanganan pandemi Covid-19 dalam Perubahan APBN 2020.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam mempertanyakan paket stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah pada 31 Maret 2020 yang tidak terlihat dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020.
Paket stimulus yang dijanjikan sebesar Rp405,1 triliun itu terbagi untuk sektor kesehatan Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan Rp70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp150 triliun.
Dari data Perubahan APBN 2020, jelasnya, anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun saja. Dengan perincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, sedangkan anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.
“Kita ingin kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah dan dukungan atas dampak ekonomi yang dihadapi rakyat kecil. Di mana posisi anggaran Rp405,1 triliun yang diumumkan pemerintah,” ujar Ecky melalui keterangan tertulis, Jumat (24/4/2020).
Anggota Komis XI DPR ini mengatakan meskipun belanja pemerintah pusat naik, tetapi anggaran beberapa kementerian terkait malah turun dan ada yang hanya naik sedikit.
Baca Juga
Dia mencontohkan, anggaran Kementerian Sosial turun dari Rp62,8 triliun menjadi Rp60,7 triliun.
“Ini menjadi pertanyaan di mana ditaruhnya tambahan untuk perlindungan sosial yang Rp110 triliun yang telah diumumkan,” tuturnya.
Demikian juga Anggaran belanja Kementerian Kesehatan hanya naik Rp19,1 triliun, dari Rp57,4 triliun menjadi Rp76,5 triliun. Sementara itu menurut paket stimulus, sektor kesehatan dapat anggaran tambahan Rp75 triliun.
“Kalau begitu, sisanya Rp55,9 triliun ditaruh di mana? Publik bertanya di mana tambahan untuk sektor kesehatan Rp75 triliun? Anggaran terkait kesehatan ini harus jelas sehingga tidak boleh ada kekurangan fasilitas dan alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, ventilator, dan lainnya di lapangan,” imbuhnya.
Ecky menyayangkan yang terlihat mencolok dalam APBN-P 2020 hanya terkait dengan defisit anggaran yang melonjak Rp545,7 triliun, dari Rp307,2 triliun menjadi Rp852,9 triliun. Namun, lonjakan defisit tersebut dominan untuk mengkompensasi penerimaan negara yang turun Rp472,3 triliun, dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,9 triliun.
Sementara itu, anggaran belanja hanya naik Rp73,4 triliun. “Memang ada kenaikan signifikan pada pos Bendahara Umum Negara sebesar Rp 240 triliun, tetapi ini juga tidak dijelaskan lebih detail untuk apa,” tuturnya.