Bisnis.com, SEMARANG - Kisruh kepemilikan rupanya belum selesai. Belakangan PT Bhumi Empon Mustiko, memasarkan sejumlah produk dengan merek Nyomar Meener, lengkap dengan logo perempuan berkebaya peranakan yang ikonik itu. Produk-produk itu bahkan telah dilengkapi izin dari BPOM.
Di satu sisi, kubu Charles Saerang di bawah bendera PT Perindustrian Njonja Meneer berkukuh sebagai pemilik "Nyonya Meneer" yang sah. Charles menegaskan bahwa logo termasuk poster dan gambar prempuan bersanggul yang memakai kebaya peranakan itu adalah hak ciptanya. Dengan demikian, penggunaan logo oleh Bhumi Empon Mustiko, jelas pelanggaran hak cipta.
Tetapi rupanya, persoalan tak sesederhana itu. Berdasarkan penelusuruan Bisnis, ada tiga perusahaan yang secara spesifik menggunakan nama Nyonya Meneer. Ketiganya juga resmi terdaftar di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemeterian Hukum & HAM. Ketiga perusahaan ini adalah PT Nyonya Meneer Indonesia, PT Njonja Meneer, dan PT Perindustrian Njonja Meneer.
Menariknya, baik PT Perindustrian Njoja Meneer maupun PT Njonja Meneer (belakangan juga PT Bhumi Empon Mustiko), menggunakan alamat yang sama yakni di Jalan Raden Patah No.1991-199 Kota Semarang, Jawa Tengah. Sementara itu PT Nyonya Meneer Indonesia, beralamat di Jalan Diponegoro No. 66, Menteng, Jakarta Pusat.
Untuk dua profil perusahaan utama yakni PT Perindustrian Njonja Meneer dan PT Bhumi Empon Mustiko, nama-nama pemilik maupun jajaran komisaris serta direksinya sudah banyak diketahui.
PT Perindustrian Njonja Meneer identik dengan sosok Charles Saerang. Sementara itu, PT Bhumi Empon Mustiko memiliki keterkaitan dengan Ahabe Group, konglomerasi di Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan ini juga mengklaim sebagai pemilik merek dagang Nyonya Meneer.
Lantas siapa PT Nyonya Meneer Indonesia?
Dalam dokumen terbitan resmi dari Ditjen AHU Kemenkumham, PT Nyonya Meneer Indonesia terhitung baru. Pengesahan pendiriannya dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2018 dengan nomor SK AHU-0050946.AH.01.01 Tahun 2018.
Berbeda dengan dua perusahaan di atas, PT Nyonya Meneer Indonesia berlokasi di Jakarta Pusat. Tujuan pendirinanya juga tak hanya industri pengolahan obat tradisional, tetapi juga terkait dengan pertanian atau pekerbunan tanaman rempah-rempah.
PT Nyonya Meneer Indonesia memiliki modal dasar senilai Rp5 miliar dengan modal yang telah ditempatkan senilai Rp1,25 miliar. Pemegang saham mayoritas PT Nyonya Meneer Indonesia adalah Andy Soewatdy.
Dia memiliki sekitar 8.750 lembar saham senilai Rp875 juta. Sementara sisanya dipegang oleh Budi Santoso, Soegianto, dan Jonathan Saerang. Ketiga orang ini masing-masing memiliki saham sebanyak 1.250 lembar dengan nilai Rp125 juta.
Andy Soewatdy sendiri menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Nyonya Meneer Indonesia. Jika menelisik namanya di masa lalu, nama Andy sempat terseret sejumlah skandal. Selain Andy, jabatan komisaris PT Nyonya Meneer juga dipegang oleh Budi Santoso dan Sugianto.
Sementara itu untuk jabatan direksi, posisi Direksi Utama dijabat oleh Lioe Santy Jennice. Jabatan direktur masing-masing diisi oleh Jonathan Saerang, Sabrina Soewatdy, & Sarah Soewatdy.
Sejauh ini belum ada pihak yang bisa dikonfirmasi terkait relasi antara Nyonya Meneer Indonesia dengan PT Perindustrian Njonja Meneer dan PT Bhumi Empon Mustiko.
Alvares Guarino Lulan, Penasihat Hukum Charles Saerang, juga mengaku belum mempelajari profil masing-masing perusahaan. Namun, dia memastikan bahwa pihaknya adalah pemegang merek dan logo Nyonya Meneer yang sah.
"Soal hubungannya saya akan cek lagi silsilahnya," ungkapnya, Selasa (21/4/2020).
Pertanyaan soal siapa pihak yang berhak memakai merek "Nyonga Meneer" kembali mencuat setelah PT Bhumi Empon Mustiko mengklaim sebagai pemilik merek dagang Nyonya Meneer.
Bhumi Empon Mustiko atau BEM merupakan partnership antara keturunan Nyonya Meneer dengan PT Ahabe Niaga Selaras. Pihak BEM belum memberikan jawaban ketika dikonfirmasi perihal perolehan merek dagang tersebut. Direktur PT BEM Sebastianus Harno Budi tak menjawab permintaan konfirmasi dari Bisnis.