Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan tiba-tiba Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tentang inisiatif pemberian uang tunai dinilai sebagai bentuk ketidakyakinan Jepang atas rencananya semula.
Seperti dilansir dari Bloomberg, pada Kamis (16/4/2020) lalu, PM Abe mengatakan bahwa Pemerintah Jepang tengah berencana memberikan 100.000 yen kepada setiap penduduknya. Ini akan membuat bujet pemerintah meningkat tiga kali lipat dibandingkan rencana awal.
Semula, Jepang hanya menargetkan bantuan kepada keluarga yang dapat membuktikan bahwa mereka kehilangan pendapatan akibat pandemi Covid-19.
Namun, rencana tersebut dinilai akan memperlambat distribusi bantuan dan menambah risiko bagi petugas administrasi yang mendata kerugian tiap keluarga.
Nomura Securities Masaki Kuwahara mengatakan langkah Abe tersebut akan menjadi terobosan besar dan akan memberikan pesan yang lebih kuat kepada masyarakat. Menurutnya, semakin besar dana yang keluar akan semakin besar dampaknya.
Sementara ekonom lain menilai hal tersebut tidak akan efektif. Ekonom Senior Daiwa Institute of Research Keiji Kanda mengatakan efek dari bantuan tunai tersebut tidak tepat sasaran dan akan dirasakan berbeda dampaknya oleh tiap keluarga.
Baca Juga
“Keluarga dengan anggota tunggal akan mendapat benefit lebih besar. Lagipula saya rasa bantuan ini juga tidak akan datang dengan cepat, pemerintah sebelumnya mengatakan bantuan [dalam skema awal] 300.000 yen itu baru akan dikirim pada Mei,” ujarnya.
Apalagi, perubahan rencana ini kemungkinan akan mengubah anggaran tambahan untuk tahun fiskal Jepang saat ini, sebagai bagian dari stimulus ekonomi pemerintah yang mencapai 108,2 triliun yen.
Pergeseran kebijakan kemungkinan akan membutuhkan perubahan dalam anggaran tambahan untuk tahun fiskal saat ini untuk mendanai bagian dari paket stimulus ekonomi pemerintah yang tercatat 108,2 triliun yen.
Terus Digelontorkan
Kementerian Keuangan Jepang sebelumnya mengatakan dari sekitar 17 triliun yen yang ada dalam anggaran tambahan saat ini, sebanyak 4 triliun yen dialokasikan sebagai bantuan tunai untuk keluarga yang kesulitan.
Namun, jika diasumsikan dengan bantuan 100.000 yen per warga, maka total dana yang dibutuhkan akan berjumlah lebih dari 12 triliun yen.
PM Abe menyebut krisis saat ini sebagai tantangan ekonomi terbesar sejak akhir perang dunia kedua. Beberapa analis melihat ekonomi menyusut pada laju tahunan lebih dari 20% pada kuartal saat ini di bawah beban virus, setelah mengalami kontraksi 7,1% tahunan pada kuartal terakhir tahun lalu.
Melihat ekonomi global menghadapi kemunduran terbesar sejak era Great Depression seabad lalu, seluruh negara akan melakukan upaya apa pun yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan.
Bahkan International Monetary Fund yang dikenal sebagai pendukung setia anggaran berimbang dan pendukung kenaikan pajak penjualan Jepang pada bulan Oktober, menyerukan langkah-langkah stimulus yang kuat.
“Pemerintah seharusnya mempertimbangkan jaring pengaman terlebih dahulu. Awalnya mereka berencana untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan bantuan, tapi sekarang hanya membagi-bagikan uang,” kata Kanda.