Bisnis.com, JAKARTA - Surat terbuka Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PP PDUI) direspons oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ditindak lanjuti Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19.
Seperti diketahui, surat terbuka kepada Jokowi yang sempat viral tersebut mengungkapkan keresahan dan kemarahan para dokter akibat kelangkaan dan mahalnya alat pelindung diri (APD), sehingga banyak rekan-rekan dokter dan tenaga medis maupun kesehatan menggunakan APD seadanya.
Ketua Umum PP PDUI Abraham Andi Padlan Patarai dalam konferensi pers resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (12/4/2020), mengaku telah bertemu secara langsung oleh Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo mewakili Jokowi.
"Kami berterima kasih atas respons cepat pemerintah terhadap surat terbuka yang kami sampaikan. Seperti kita ketahui ini juga sudah viral ke semua lini kelompok-kelompok masyarakat profesi dan para pemangku kepentingan," ungkapnya, Minggu (12/4/2020).
Dia mengapresiasi Presiden Joko Widodo dan jajaran yang telah memberikan bantuan APD untuk tenaga kesehatan di wilayah Jabodetabek, yang bisa diberdayakan hingga seminggu ke depan.
"Pesan kami ke depannya ini bisa berkesinambungan. Karena APD ini sangat penting untuk melindungi teman-teman sejawat kantor di pelayanan primer di klinik, Puskesmas, dan praktik mandiri," tambahnya.
Baca Juga
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga kiri) berada di ruang IGD saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Presiden Joko Widodo memastikan Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran siap digunakan untuk menangani 3.000 pasien. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool
Abraham menjelaskan pembicaraannya dengan Doni Monardo membuahkan beberapa kesepakatan dan jaminan dari pemerintah untuk para tenaga medis dan kesehatan.
Salah satunya, pemerintah akan menetapkan harga eceran tertinggi untuk APD, dan mengamankan oknum-oknum yang membuat harga mahal, "Kami minta pemerintah hadir dalam tata kelola perdagangan APD ini. Agar kami bisa membeli APD itu dengan harga yang standar."
"Khususnya untuk masker. Karena masker itu seperti tiada, tapi ada. Kalau kita mau beli harga mahal, ada. Tapi kalau mau beli harga standar, tidak ada. Oleh karena itu, patut diduga atau ditengarai ada yang memainkan jalur-jalur distribusi APD ini," ujarnya.
Terakhir, Abraham menjamin standar APD yang disalurkan untuk tenaga medis dan kesehatan di Indonesia.
"Juga dari segi kualitas, kita tidak ingin memberi APD dengan kualifikasi di bawah standar atau substandar. Kita ingin yang standar WHO. Karena kalau untuk doker, tidak ada prinsip 'tak ada rotan akar pun jadi.' Kalau tidak ada rotan, harus cari di tempat lain sampai ketemu."