Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat menjalani pengetesan infeksi virus Corona (Covid-19) kedua kali pada Kamis, 2 April 2020 menggunakan alat diagnosa cepat atau rapid diagnostic.
Hasil pengetesan yang dapat diketahui dalam 15 menit ini menunjukkan dia tidak terinfeksi virus Corona. “Saya kira sangat membuat penasaran mengenai cepatnya alat ini bekerja,” kata Trump seperti dilansir Channel News Asia pada Jumat, (3/4/2020).
Sebelum ini, Trump juga menjalani tes infeksi virus Corona setelah bertemu dengan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro pada Maret 2020. Tes dilakukan setelah salah satu petinggi Brasil yang ikut dalam rombongan dinyatakan terbukti positif terinfeksi virus Corona.
Gedung Putih merilis surat yang dibuat dokter kepresidenan Sean Conley. Dokter menyatakan Trump menjalani proses pengujian cepat dan hasilnya muncul dalam 15 menit.
Trump juga mengumumkan rencana mengirim militer dan petugas federal untuk membangun rumah sakit darurat di sebuah aula pusat pertemuan di New York.
Ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan daya tampung rumah sakit di kota itu, yang menjadi pusat wabah virus Corona. New York mencatat ada sekitar 47 ribu orang terinfeksi virus Corona dengan sekitar 1.500 orang meninggal.
Baca Juga
Sedangkan penasehat senior Gedung Putih, Jared Kushner, yang juga anggota satgas penanganan wabah virus Corona, mengatakan pemerintah akan mengirim paket masker N-95 ke sejumlah rumah sakit di New York.
Pemerintah AS juga meningkatkan upaya penanganan wabah virus Corona ini dengan menambah pasokan alat bantu pernapasan atau ventilator. Trump menggunakan Undang-Undang Produksi Pertahanan era Perang Korea untuk meminta perusahaan membuat alat ventilator demi membantu pernapasan pasien.
Pemerintah telah meminta perusahaan General Motors Co untuk memproduksi masker N-95 lebih banyak. “Saat ini, ada sekitar 100 ribu ventilator sedang dibuat atau akan segera dibuat,” kata Trump, yang sempat dikritik karena cenderung menganggap remeh penanganan wabah virus Corona pada saat awal ini terjadi.
Virus Corona ini menyebar di Kota Wuhan, Cina bagian tengah, sejak Desember 2019. Virus ini diduga menyebar lewat pasar hewan di kota itu, yang menjual berbagai hewan liar seperti kelelawar dan trenggiling seperti dilansir Channel News Asia. Cina sempat menutup kota Wuhan dan Provinsi Hubei untuk memutus rangkaian penyebaran virus ini.