Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bicarakan Perang Harga, Trump Segera Kumpulkan Perusahaan Minyak

Di antara topik yang diharapkan akan dibahas adalah kemungkinan tarif impor minyak ke AS dari Arab Saudi.
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam acara penandatanganan UU Otoritas Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2020 di Pangkalan Militer Gabungan (Joint Base) Andrews, Maryland, AS, Jumat (20/12/2019)./Reuters-Leah Millis
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam acara penandatanganan UU Otoritas Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2020 di Pangkalan Militer Gabungan (Joint Base) Andrews, Maryland, AS, Jumat (20/12/2019)./Reuters-Leah Millis

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden AS Donald Trump akan mengumpulkan eksekutif perusahaan minyak pada Jumat pekan ini untuk membicarakan harga yang anjlok terparah dalam satu dekade terakhir.

Pertemuan itu dikonfirmasi oleh American Petroleum Institute. Trump yang pernah menyitir kejatuhan harga mintak sebagai pemotongan pajak terbesar untuk konsumen AS, telah meningkatkan campur tangan belakangan ini ketika hal itu mengancam ribuan lapangan kerja sektor energi itu.

"Kami tidak ingin kehilangan perusahaan minyak besar kami," kata Trump di Gedung Putih, dilansir Bloomberg, Kamis (2/4/2020).

Trump mengharapkan kedua negara yakni Arab Saudi dan Rusia yang terlibat perang harga segera menyelesaikan selisih pendapat. Dia juga berencana untuk bertemu dengan produsen minyak independen.

"Mereka [Saudi dan Rusia] sedang bernegosiasi, mereka berbicara, dan saya pikir mereka akan menemukan sesuatu. Saya percaya ada cara yang bisa diselesaikan atau dipecahkan dengan cukup baik," lanjutnya.

Menurut sumber yang dekat dengan masalah ini, eksekutif dari perusahaan seperti Exxon Mobil Corp, Chevron Corp, Occidental Petroleum Corp dan Continental Resources Inc. diharapkan hadir.

Di antara topik yang diharapkan akan dibahas adalah kemungkinan tarif impor minyak ke AS dari Arab Saudi dan keringanan dari ketentuan yang mengharuskan kapal pengangkut barang antara pelabuhan AS berbendera Amerika.

Para peserta mewakili perusahaan-perusahaan di industri minyak, termasuk produsen independen seperti Continental dan Devon Energy Corp., perusahaan operator pipa, Energy Transfer Partners, dan satu perusahaan penyulingan, Phillips 66. Perwakilan dari American Petroleum Institute juga akan menghadiri pertemuan tersebut.

Tidak ada produsen minyak lepas pantai independen yang diundang, juga perusahaan minyak besar Eropa yang memiliki pasar besar di AS.

Perusahaan-perusahaan itu telah mengembangkan berbagai strategi untuk menghadapi kelebihan pasokan minyak mentah yang disebabkan perang harga minyak Rusia-Saudi dan anjloknya permintaan karena pandemi virus corona (Covid-19).

Perusahaan-perusahaan minyak seperti Exxon dan Chevron misalnya, biasanya menentang segala bentuk intervensi pemerintah di pasar minyak mentah termasuk tarif dan pengurangan produksi yang diamanatkan. Dengan akses yang lebih baik ke modal dan diversifikasi bisnis, mereka lebih tangguh daripada operator kecil.

Namun, beberapa eksplorer independen AS, yang keuletan dan inovasi teknologinya memulai revolusi minyak serpih, berpendapat bahwa harga minyak mentah yang begitu rendah berisiko membunuh industri domestik Amerika, sekali lagi membuat negara itu bergantung pada produsen asing.

Ketua Continental Resources Harold Hamm telah mendesak AS untuk mengenakan tarif pada minyak mentah Arab Saudi dan Rusia, sementara beberapa kelompok perdagangan dan kilang industri minyak menentang langkah itu.

Dalam surat bersama kepada Trump, kepala American Petroleum Institute dan American Fuel and Petrochemical Manufacturers mendesak presiden untuk tidak mengambil tindakan apa pun yang akan membatasi impor minyak mentah.

"Memberlakukan kendala pasokan, seperti kuota, tarif, atau larangan minyak mentah asing akan memperburuk situasi yang sudah sulit ini," katanya.

Komisioner Kereta Api Texas Ryan Sitton, satu dari tiga regulator di negara penghasil minyak terbesar, mengatakan Trump harus mengurangi produksi di dalam negeri untuk menyesuaikan pengurangan dari Arab Saudi dan Rusia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper