Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah maskapai penerbangan terpaksa membatasi rute penerbangan atau menutup operasional sepenuhnya. Hal itu terjadi seiring memburuknya kondisi akibat penyebaran virus Corona di dunia.
Kondisi tersebut tentu akan mengurangi pendapatan maskapai dan menambah beban perusahaan karena ratusan pesawat di seluruh dunia kini terparkir di bandara.
Emirates, maskapai penerbangan jarak jauh terbesar di dunia, dikabarkan akan menerima dana talangan negara dalam bentuk ekuitas baru dari pemiliknya, pemerintah Dubai.
Putra Mahkota Dubai, Uni Emirat Arab, Sheikh Hamdan menjelaskakn soal bail out tersebut melalui unggahan di akun twitternya, Selasa (31/3/2020). Namun, Sheikh Hamdan tidak menyebutkan angkanya secara terperinci.
Maskapai penerbangan internasional ini memarkirkan armadanya setelah pemerintah Dubai menutup akses masuk atau keluar untuk menekan penyebaran virus Corona.
"Pemerintah Dubai berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh untuk Emirates Airline dalam keadaan luar biasa ini dengan menyuntikkan modal baru ke perusahaan," tulis Sheikh Hamdan di twitternya, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (31/3/2020).
Baca Juga
Emirates, yang seluruh armadanya terdiri atas pesawat berbadan lebar, telah mengubah Dubai menjadi pusat perjalanan global. Emirates biasanya mengoperasikan lebih dari 500 penerbangan dalam sehari.
Misi itu telah memberi dorongan terhadap pertumbuhan kota sejak maskapai didirikan pada pertengahan 1980-an.
Sementara itu, maskapai penerbangan di Filipina meminta keringanan kredit dan penangguhan penalti lebih lama terkait kewajiban pembayaran. Mereka menyatakan intervensi pemerintah diperlukan karena industri sedang menghadapi ancaman eksistensial.
Philippine Airlines Inc., Cebu Air Inc., unit lokal AirAsia Group Bhd dan anggota lain dari Asosiasi Pengangkut Udara atau ACAP nasional menghentikan semua operasional penerbangan selama satu bulan hingga 14 April 2020 seiring perintah lockdown dari pemerintah.
Itu berarti ada sekitar 30.000 penerbangan yang dibatalkan dan mempengaruhi 5 juta penumpang.
"Mengingat masa-masa luar biasa di mana kelangsungan hidup industri penerbangan domestik dipertaruhkan, maskapai anggota ACAP mendesak pemerintah untuk melakukan intervensi tepat waktu," tulis ACAP Filipina dalam sebuah surat kepada pejabat pemerintah.
Mereka menambahkan bahwa maskapai memiliki beban biaya tetap yang sangat besar untuk pesawat dan peralatan. Kini tidak ada aliran pendapatan setidaknya untuk beberapa pekan atau bulan ke depan.
Maskapai di Filipina kini sedang mengajukan jaminan kredit dari pemerintah untuk mendukung pinjaman mereka. Jaminan diperlukan guna menghilangkan keengganan bank terhadap risiko industri terkait kredit darurat selama 6 bulan dan fasilitas jangka panjang untuk memastikan pemulihan.
Sebelumnya, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan maskapai penerbangan dapat kehilangan pendapatan operasional penumpang hingga US$252 miliar tahun ini karena pandemi Corona.
Perkiraan ini telah mendorong sejumlah pemerintah di seluruh dunia mendukung industri penerbangan mereka.