Bisnis.com, JAKARTA - Krisis nasional atas virus corona ikut mengancam kesehatan tenaga kesehatan. Hal ini membuat sejumlah organisasi kemasyarakatan membuat petisi mendesak pemerintah segera melindungi hak pekerja kesehatan.
Dilansir dari laman Amnesty International, Kamis (19/3/2020) petisi tersebut dibuat oleh Amnesty International Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
Dalam petisi itu disebutkan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan melawan virus corona, tapi kesehatan dan keselamatan mereka justru diabaikan. Petisi itu ada dalam tautan http://amnestyindo.nationbuilder.com/petisi_desak_protokol_covid19.
Adapun dua tenaga kesehatan dari RSUD dr. Soekardjo, Kota Tasikmalaya, terpaksa memakai jas hujan plastik ketika memindahkan orang dalam pemantauan (ODP) Covid-19.
Beberapa petugas medis hanya diberi masker N95, dan pembelian baju hazmat yang harganya mahal dibebankan kepada rumah sakit. Bahkan ada pekerja kesehatan yang tertular COVID-19 dan meninggal dunia. Entah ada berapa lagi yang bernasib sama.
Sejumlah cerita di atas menunjukkan lemahnya perlindungan kesehatan dan keamanan yang diberikan pemerintah terhadap mereka. Penyebabnya protokol perlindungan bagi tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19 belum dijalankan secara tegas, terpadu, dan konsisten.
Baca Juga
Selain itu, petugas kesehatan yang mau memeriksakan diri atas infeksi virus corona harus menanggung sendiri pembiayaannya.
Petisi itu juga mendesak Presiden dan Kementerian Kesehatan RI memastikan implementasi protokol pelayanan dan penanganan infeksi virus corona bagi pekerja kesehatan, termasuk memastikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja mereka.
Presiden, Kementerian Kesehatan, dan seluruh jajaran dinas kesehatan di tingkat daerah diminta berkoordinasi antar-lembaga dan dengan lembaga penyedia layanan kesehatan.
Presiden dan Kementerian Kesehatan RI segera memberikan informasi yang transparan dan komprehensif mengenai tenaga kesehatan yang terpapar virus corona dan memastikan mereka dapat mengakses layanan kesehatan.
Sebelumnya, Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, dr. Mohammad Syahril mengatakan, sejak status Covid-19 naik menjadi pandemi, harus diakui sejumlah rumah sakit di DKI Jakarta belum sepenuhnya siap menangani kasus ini.
“Jadi kepanikan ini sudah sampai ke tenaga medis, bukan hanya masyarakat. Bayangkan satu rumah sakit kalau ada tenaga dokter yang kena, ini dokter juga takut loh ya, bukan tidak takut,” kata Syahril beberapa waktu yang lalu.
Kondisi ini membuat RSPI Sulianti Saroso memutuskan menolak pasien rawat inap, dan menjadikan rumah sakit sepenuhnya sebagai rumah sakit rujukan dan isolasi pasien virus corona.
Alhasil mulai pekan ini RSPI Sulianti Saroso akan fokus pada penanganan virus corona saja dan menganjurkan pasien dengan penyakit lain berobat ke rumah sakit lain terdekat.
Kecemasan Syahril beralasan dan terbukti dengan pada 14 Maret 2020, Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyatakan ada satu tenaga medis yang terdeteksi positif Covid-19. Selain itu, ada satu tenaga medis yang meninggal dunia dengan indikasi kerja berlebihan.
“Maka dengan pengumuman pandemi, kita harus memutus mata rantai virus itu. Artinya dari tingkat Dinas Kesehatan, Puskesmas, tidak mudah ini, karena satu orang terkena pressure bisa setengah mati. Kerja keras kepala dinas, harus fokus, tidak sekadar klinis,” jelas Syahril.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, dr. Kuntjoro Adi Purjanto rumah sakit seluruh Indonesia tidak perlu diragukan kapasitasnya dalam menangani pasien.
Meski begitu, dengan pelonjakan angka pasien dari pandemic Covid-19, rumah sakit diwajibkan melakukan proses seleksi pasien yang diprioritaskan untuk mendapat penanganan terlebih dahulu dengan benar.
“Kami pada dasarnya siap, kalau rumah sakit sudah terakreditasi dia punya kemampuan mendeteksi. Semua RS juga ada ruang isolasi meski belum semua bertekanan negatif," jelas Kuntjoro.