Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pro dan kontra di tengah masyarakat ihwal Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Wabah Covid-19 dipicu oleh kesalahpahaman. Sekretaris Komisi Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menegaskan fatwa itu terdiri dari sembilan diktum yang merupakan satu kesatuan.
“Yang harus dipahami ada kondisionalitas terkait dengan seseorang dan kondisionalitas dengan suatu kawasan,” tutur dia saat memberi keterangan pers terkait Fatwa Penyelenggaraan Ibadah dalam SItuasi Wabah Covid-19 di Kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, pada Kamis (19/3/2020).
Setelah diterbitkan pada Senin (16/3/2020), esoknya, Komisi Fatwa MUI melakukan evaluasi secara online dengan dihadiri 37 peserta di antaranya pimpinan dan juga anggota komisi dari berbagai latar disiplin keilmuan. Hasil evaluasi itu menemukan memang di tengah masyarakat terdapat pemahaman yang parsial terkait isi Fatwa tersebut.
Fatwa MUI tersebut mengatur di antaranya membolehkan masyarakat untuk mengganti shalat Jumat dengan shalat Zuhur demi mencegah penyebaran COVID-19 bagi orang-orang sehat dan melarang sementara pelaksanaan ibadah yang membuat konsentrasi massa bagi umat Islam di wilayah di mana kondisi penyebaran virus corona sudah tak terkendali.
Asrorun mengatakan seseorang yang sudah positif-19 maka tidak boleh ada di dalam komunitas publik termasuk untuk kepentingan ibadah yang bersifat publik. Ia menerangkan langkah itu diambil bukan untuk meniadakan ibadah tetapi terutama untuk memberikan perlindungan agar tidak menularkan ke orang lain.
“Sementara jika seseorang dalam keadaan sehat dan berada dalam kawasan yang tingkat potensi penyebarannya rendah, maka kewajiban ibadah shalat jumat tetap dilaksankan tetapi harus tetap memerhatikan protokol kesehatan, sosial dan kehidupan masyarakat,”jelasnya.
Dengan demikian, ia mengatakan, bagi masyarakat yang sehat dan berada dalam kawasan yang rendah potensi penyebaran virusnya, maka aktivitas ibadah tetap melaksanakan aktivitas ibadah seperti biasa.
Hanya saja, ia menggarisbawahi, kegiatan ibadah itu mesti memperhatikan aspek kesehatan diri dan juga menjaga Kesehatan lingkungan agar potensi pemaparan virus tidak tinggi.