Bisnis.com, JAKARTA – Sedikitnya 800 orang korban tindak pidana terorisme masih menunggu kompensasi yang belum diserahkan pemerintah. Pasalnya hingga kini revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban masih belum ditandatangani Presiden.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan hingga kini setidaknya LPSK telah mengidentifikasi sekitar 800 orang korban tindak pidana terorisme di masa lalu sejak Bom Bali I. Data tersebut diperoleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan diserahkan ke LPSK.
“Ganti rugi yang kita berikan bentuknya skema. Skema yang akan kita bayarkan korban meninggal dapat berapa. Kemudian yang dulu cidera berat berapa, sedang berapa, ringan berapa,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Kendati demikian, LPSK hingga kini belum dapat mengeluarkan kompensasi tersebut kepada para korban. Pasalnya revisi PP belum juga disahkan. Padahal UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah disahkan pada Juni 2018.
Dengan regulasi itu, LPSK secara tidak langsung diberikan mandat untuk membayar kompensasi kepada korban. Pelaksanaan regulasi itu diberikan batas tiga tahun setelah dikeluarkannya UU.
“Kalau ini tidak keluar nanti kita makin pendek waktu untuk membayar kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme,” ujarnya.
Baca Juga
Berdasarkan kabar yang diterimanya, hingga kini revisi PP tersebut masih diproses dan tinggal ditandatangani presiden. LPSK sebelumnya juga telah menargetkan PP dapat ditandatangani pada 2019. Namun, hingga tahun ini beleid itu masih belum disahkan.
Hasto mengatakan pertemuan tersebut mendapat sambutan positif dari Wakil Presiden Ma`ruf Amin. Wapres menurutnya akan mendorong dan mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk segera menandatangani PP tersebut.
“Mestinya tahun kemarin udah keluar [disahkan] harapan kami ya. Tapi rupaya belum,” ujarnya.