Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Harga Minyak, Rusia Buka Peluang Rujuk dengan OPEC

Potensi rujuknya Rusia dan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) belum tertutup.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pintu kerjasama antara Rusia dan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) belum tertutup, meski gagalnya pembicaraan kedua pihak pada pekan lalu telah memicu perang harga minyak.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan kepada saluran berita lokal, perjanjian antara Rusia dengan OPEC+ yang diperpanjang melampaui 1 April 2020 tidak berarti bahwa pihaknya menutup peluang kerja sama dengan anggota OPEC dan non-OPEC di masa depan. Perjanjian baru dapat disusun kembali di waktu mendatang.

"Kami menandatangani perjanjian pada tahun lalu dan kami akan melanjutkan kerja sama sebagai bagian dari itu. Kami memiliki berbagai instrumen, termasuk pengurangan produksi dan peningkatan produksi, jika diperlukan," kata Novak seperti dikutip dari saluran berita lokal Rossiya 24, Rabu (11/3/2020).

Pernyataan itu diungkapkan beberapa hari setelah Rusia mencabut diri dari kesepakatan produksi karena pemimpin OPEC, Arab Saudi bersikeras mengajukan pemangkasan sebesar 1,5 juta barel per hari sampai akhir 2020 sebagai respons terhadap tertekannya permintaan minyak di tengah wabah virus corona.

Sementara Rusia mengusulkan untuk memperpanjang pemotongan seperti apa adanya hingga kuartal II/2020. Baru setelah itu, mempertimbangkan permintaan dan kondisi pasar minyak, keputusan baru mengenai pembatasan produksi bisa diambil.

Di lain pihak, perusahaan-perusahaan Rusia telah lama menolak kesepakatan OPEC+ karena dinilai hanya menghambat rencana ekspansi produksi dan justru menguntungkan AS untuk meningkatkan produksi hingga mencapai rekor tertinggi.

Setelah pecahnya OPEC+ pada Jumat lalu, Arab Saudi meluncurkan perang harga minyak habis-habisan dengan secara signifikan memotong official selling prices (OSP) ke semua pasar dan mengumumkan akan meningkatkan produksi pada April mendatang. Adanya kebuntuan antara Arab Saudi-Rusia, harga minyak jatuh pada Senin pekan, dan menjadi kemerosotan yang terburuk sejak 1991.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper