Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gempa Sukabumi: Magnitudo Capai 5,1, Akibat Slip Batuan Kulit Bumi

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyampaikan informasi terbaru analisa gempa bumi yang terjadi di Sukabumi. Dalam update informasinya, BMKG menyebutkan gempa yang mengguncang Sukabumi mencapai Magnitudo 5,1.
Warga sedang berad di depan salah satu reruntuhan rumah akibar gempa Sukabumi, Selasa (10/3/2020)./BNPB
Warga sedang berad di depan salah satu reruntuhan rumah akibar gempa Sukabumi, Selasa (10/3/2020)./BNPB

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyampaikan informasi terbaru analisa gempa bumi yang terjadi di Sukabumi. Dalam update informasinya, BMKG menyebutkan gempa yang mengguncang Sukabumi mencapai Magnitudo 5,1.

Sebelumnya, disebutkan guncangan gempa pada Selasa petang 10 Maret 2020 pukul 17.18.04 WIB mencapai magnitudo 5,0 yang kemudian direvisi menjadi 4,9.

Berdasar hasil analisis BMKG terbaru disebutkan bahwa gempa dipicu aktivitas sesar aktif.

"Hasil analisis menunjukkan bahwa gempa ini diakibatkan oleh aktivitas slip atau pergeseran blok batuan kulit bumi secara tiba-tiba," ujar BMKG dalam keterangan resminya, Rabu (11/3/2020), ditandatangani Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono.

Dilihat dari bentuk gelombang gempanya (waveform) tampak jelas adanya gelombang geser (shear) yang cukup nyata dan kuat.

"Selisih waktu tiba catatan gelombang P (pressure) dan S (shear) hanya 6 detik, yang menunjukkan bahwa gempa ini merupakan jenis gempa lokal (local earthquake). Gempa semacam ini biasa dikenal sebagai gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif," papar BMKG.

Titik episenter gempa terletak pada koordinat 6,81 LS dan 106,66 BT tepatnya di darat berlokasi di wilayah Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi.

Lokasi stasiun seismik terdekat pusat gempa yang mencatat gempa ini adalah stasiun seismik Palabuhan Ratu dengan kode PJSM. Stasiun seismik ini di bangun BMKG pada 2019. Keberadaan sensor seismik baru ini memiliki andil dalam menambah akurasi parameter gempa hasil analisis BMKG.

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme pergerakan mendatar (strike-slip fault). Berdasarkan kondisi geologi dan tataan tektonik di wilayah Jawa Barat bagian selatan ada dugaan bahwa sesar ini memiliki pergeseran ke kiri (left lateral)," lanjut BMKG.

Dengan melihat peta zonasi sumber gempa di wilayah Jawa Barat, tampak bahwa lokasi episenter gempa berada di zona Sesar Citarik. Zona sumber gempa sesar aktif ini berada di sebelah barat Sesar Cimandiri, akan tetapi berada di sebelah timur zona sumber gempa Kluster Bogor yang aktif memicu rentetan gempa swarm yang berpusat di Kecamatan Nanggung, Bogor, pada Agustus 2019.

BMKG menyebutkan pada 1900 wilayah Cisaat dan Gandasoli Sukabumi pernah dilanda gempa kuat dan merusak. Saat itu, selain merusak permukiman, gempa ini juga merusak Stasiun Cisaat dan Gandasoli Sukabumi. Di wilayah ini kembali terjadi gempa kuat dan merusak yang populer dengan nama Gempa Gandasoli pada tahun 1982.

"Gempa Sukabumi kemarin merupakan gempa dengan magnitudo paling kuat yang bersumber dari sesar aktif di daratan Jawa Barat sejak 19 tahun terakhir. Berdasarkan catatan katalog gempa, tampak bahwa gempa kuat dengan pusat di darat terakhir yang terjadi di Jawa Barat berkekuatan M=5,1 terjadi di Ciamis-Kuningan pada 13 Januari 2001," papar BMKG.

"Hasil analisis peta tingkat guncangan gempa (shake map) yang dipublikasikan oleh BMKG sesaat setelah gempa menunjukkan bahwa di zona pusat gempa dan sekitarnya menunjukkan warna kuning yang artinya dampak gempa mencapai skala intensitas VI MMI. Estimasi terjadinya kerusakan akibat gempa oleh BMKG ini sangat akurat yang ditunjukkan dengan bukti terjadinya kerusakan di lapangan," tambah BMKG.

Mengutip data BPBD Provinsi Jawa Barat, BMKG menyebutkan bahwa gempa ini menimbulkan kerusakan di beberapa wilayah kecamatan di Sukabumi. Di Kecamatan Kalapanunggal (17 rumah rusak berat 15 rumah rusak sedang 17 rumah rusak ringan), Kecamatan Parakansalak (2 rumah rusak sedang), Kecamatan Cidahu (1 rumah rusak), dan Kecamatan Kabandungan (beberapa rumah rusak ringan).

Selain itu, guncangan gempa juga dirasakan di Cikidang, Ciambar, Cidahu dalam skala intensitas IV - V MMI. Guncangan dirasakan oleh hampir semua penduduk menyebabkan warga berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri.

Guncangan juga dirasakan di Panggarangan, Bayah, Sukabumi dalam skala intenaitas III MMI, guncangan dirasakan seperti ada truk berlalu.

Terkait kerusakan akibat gempa, hari ini, Rabu (11/3/2020) BMKG memberangkatkan tim survei ke zona gempa di Sukabumi. Survei lapangan mencakup survei makroseismik guna memetakan sebaran dampak kerusakan bangunan (berat, sedang, ringan).

"Data ini penting untuk validasi peta shakemap yang dipublikasikan BMKG. Selain itu BMKG juga akan memasang beberapa portable digital seismograph untuk memonitor aktivitas gempa susulan. Satu lagi hal yang penting untuk dilakukan oleh tim survei BMKG adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan memberikan penjelasan seputar mitigasi gempa bumi, cara selamat saat terjadi gempa, serta menenangkan masyarakat," papar BMKG.

Gempa Sukabumi ini termasuk gempa tipe II, gempa diawali dengan gempa pendahuluan, selanjutnya terjadi gempa utama, kemudian diikuti gempa susulan.

"Sebelum terjadi gempa utama (main shock) dengan magnitudo M=5,1 pada pukul 17.18.04 WIB, didahului aktivitas gempa pendahuluan (foreshock) dengan magnitudo M=3,1 pukul 17.09 WIB. Setelah terjadi gempa utama, selanjutnya diikuti gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo M=2,4 pada pukul 18.06 WIB," lanjut BMKG.

BMKG menyebutkan ada beberapa pembelajaran yang dapat diambil dari kasus gempa Sukabumi ini.

Pertama, di wilayah Indonesia ternyata masih banyak sebaran sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan strukturnya dengan baik. Identifikasi dan pemetaan sesar aktif ini sangat penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan wilayah.

Kedua, perlunya mewujudkan bangunan tahan gempa. Hal ini penting karena banyaknya korban sebenarnya bukan disebabkan oleh gempa, tetapi akibat bangunan roboh dan menimpa penghuninya.

"Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan atau dengan besi tulangan dengan kualitas tidak standar justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban jika terjadi gempa," ujar BMKG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : bmkg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper