Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Karen Agustiawan: Kasus Saya Terlalu Dipaksakan oleh Kejagung

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan menyebutkan perkara yang menjerat dirinya terlalu dipaksakan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.
Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan bersandar mesra di pundak sang suami Herman Agustiawan saat keluar dari Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa Malam (10/3/2020)./Bisnis-Sholahuddin Al Ayyubi
Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan bersandar mesra di pundak sang suami Herman Agustiawan saat keluar dari Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa Malam (10/3/2020)./Bisnis-Sholahuddin Al Ayyubi

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan menyebutkan perkara yang menjerat dirinya terlalu dipaksakan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.

Karen menilai bahwa perkara tersebut merupakan perkara perdata yang dipaksakan tim penyidik agar masuk ke ranah pidana. Ternyata, Karen menyebut bahwa perkara tersebut tidak terbukti perbuatan tindak pidana korupsi oleh Mahkamah Agung (MA), tetapi masuk ke ranah perdata.

"Ini kan business adjustment yang domainnya itu adalah hukum perdata. Tetapi dipaksakan menjadi domain pidana, tindak pidana korupsi," tuturnya di Kejaksaan Agung, Selasa (10/3/2020) malam.

Dia menuding perbuatan tim penyidik Kejaksaan Agung merusak nama baik dan menghancurkan karakter dirinya selama 1,5 tahun belakangan sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

"Saya kira nama baik saya sudah rusak dan juga karakter saya dihancurkan. Tetapi saya masih bersyukur bahwa saya tidak mengalami keadilan di hulu, tapi keadilan di sisi hilir," katanya.

Seperti diketahui, Kasus tersebut terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.

Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari. Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.

Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.

Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG.
Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir.

Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper