Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana berancang-ancang mengikuti Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) 2020.
Namun, dia mengakui butuh kerja keras agar dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Selain harus mendapatkan dukungan dari partai politik, calon kepala daerah biasanya dituntut memiliki kocek memadai.
“Tidak mudah bertarung tanpa modal. Tapi, itu kami jalani sebagai tantangan,” kata Denny dalam sidang perkara pengujian UU KPK hasil revisi di Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Denny berlatar belakang akademisi bidang hukum tata negara. Pria kelahiran Kotabaru, Kalsel, itu dikenal pula sebagai aktivis antikorupsi.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Denny mendapatkan tugas sebagai Staf Khusus Presiden kurun 2008-2011. Setelah itu, Denny menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM selama 2011-2014.
Sebelum berniat menjadi calon gubernur, Denny sudah menyadari fenomena tidak sehat dalam kontestasi politik di Tanah Air. Praktik yang merisaukan pria kelahiran Desember 1972 itu adalah korupsi politik.
Baca Juga
“Pemilu kita masih sarat korupsi, masih mahal. Sulit bertarung tanpa mengandalkan politik uang,” ujarnya.
‘Curahan hati’ tersebut disampaikan Denny ketika memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang pemeriksaan perkara pengujian UU KPK hasil revisi di Mahkamah Konstitusi (MK). Panjang lebar dia menjelaskan bahaya korupsi di Nusantara.
Korupsi pemilu merupakan salah satu contoh saja. Tatkala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah kencang memberangus praktik rasuah malah lahir UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Akar masalah bangsa ini adalah korupsi. Tak sulit menyimpulkan bahwa garda terdepan pemberantasan korupsi adalah KPK yang sekarang dilumpuhkan dalam revisi UU KPK,” ucapnya.