Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Panik Virus Corona, Bank Sentral China Suntik Dana US$174 Miliar

Peoples Bank of China (PBOC) atau Bank Rakyat China menginjeksi dana 900 miliar yuan atau US$129 miliar dengan seven-day reverse repurchase agreements sebesar 2,4 persen. Termasuk juga suntikan 300 miliar yuan atau US$45 miliar dengan 14-day contracts sebesar 2,55 persen.
Ilustrasi. Bursa saham China./ Qilai Shen- Bloomberg
Ilustrasi. Bursa saham China./ Qilai Shen- Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - People’s Bank of China (PBOC) atau Bank Rakyat China memompa likuiditas di pasar uang harian menyusul kepanikan investor akan virus Corona yang membuat lantai bursa bergejolak pada perdagangan perdana pasca libur panjang.

Suntikan dana terbesar dalam 16 tahun digelontorkan oleh Bank Sentral Negeri Panda tersebut. Dana yang disuntikan sebesar 900 miliar yuan atau US$129 miliar dengan tenor seven-day reverse repurchase agreements bunga 2,4%. Termasuk juga suntikan 300 miliar yuan atau US$45 miliar dengan tenor 14-day contracts bunga 2,55%.

Hal ini merupakan upaya bank sentral memastikan kecukupan likuiditas ketika bursa saham jatuh begitu dibuka pertama kali hari ini setelah libur Imlek. Injeksi dana segar itu memotong beban biaya pinjaman sebesar 10 basis poin.

Meskipun total dana sebesar 1,2 triliun yuan tersebut merupakan suntikan dana terbesar dalam sehari sejak 2004, total dana bersih yang tersedia hanya 150 miliar yuan karena lebih dari 1 triliun yuan digunakan untuk pembayaran dana jangka pendek yang telah jatuh tempo.

Seperti diketahui, Pemerintah China sedang bergulat dengan wabah virus mematikan yang telah merenggut setidaknya 361 nyawa, menginfeksi lebih dari 17.000 jiwa, dan memaksa penutupan banyak kota besar.

Pihak berwenang telah berjanji untuk menyediakan likuiditas berlimpah dan mendesak investor untuk mengevaluasi dampak virus corona secara objektif.

"Respons cepat oleh PBOC menunjukkan sangat tertarik untuk mendukung ekonomi dengan menurunkan biaya pendanaan secara keseluruhan," kata Becky Liu, Kepala Strategi Makro China di Standard Chartered Bank (HK) Ltd, dilansir Bloomberg, Senin (3/2/2020).

Dia mengatakan obligasi tunai kemungkinan akan terus unggul dalam waktu dekat dengan imbal hasil obligasi jangka 10 tahun cenderung turun menjadi 2,6%, angka terendah sejak 2002.

Saham dan komoditas berjangka China merosot pada pembukaan bursa saham hari ini, karena perdagangan dimulai kembali setelah liburan. Obligasi onshore dan pasar mata uang juga dibuka pada hari ini untuk pertama kalinya sejak 23 Januari, dengan yuan melemah hingga 7 per dolar.

Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun yang paling aktif diperdagangkan di China anjlok 18 basis poin menjadi 2,8%, penurunan terbesar sejak 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper